DEWAN MENEGASKAN BAHWA ASET DESA BUKAN HANYA TANAH KAS DESA

     Lumajang, Suara Semeru - Ketua Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Lumajang, Reza Hadi Kurniawan, S.IP., mengatakan, bahwa  aset desa bukan hanya Tanah Kas Desa (TKD).

     “Karena aset desa seperti TKD hanya sebagian dari berbagai kekayaan desa yang mencakup tanah kas desa, pasar desa, bangunan, pelelangan hasil pertanian, hutan milik desa, mata air, dan lainnya,” ungkapnya, ketika menjadi narasumber diprogram Dewan Mendengar Radio Semeru FM, Senin 4 Agustus 2025. Tema yang diusung dalam dialog pagi itu adalah ‘Pengelolaan Aset Desa’.

     Reza menjelaskan, aset desa dapat berasal dari pembelian menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Desa (APBDesa), hibah, sumbangan, hasil kerja sama, atau perolehan sah lainnya, termasuk semua kekayaan yang berasal dari desa itu sendiri.

     Aset yang diperoleh dari pihak lain sebagai bantuan atau sumbangan, berupa aset yang didapat dari kerja sama yang dilakukan desa, termasuk aset yang didapat melalui aturan hukum atau perjanjian lainnya.

     “Misalnya, kendaraan bermotor dan bangunan yang dibeli melalui anggaran desa itu juga termasuk aset desa,” jelasnya.

     Sehingga aset desa perlu dikelola dengan optimal agar keberadaannya bisa dipertanggungjawabkan, berdasarkan aturan yang ada tanah kas desa yang merupakan aset strategis tidak dapat diperjualbelikan.

     “Melainkan hanya dapat digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan pemerintahan, kepentingan umum, dan kepentingan nasional,” imbuhnya.

     Pengelolaan aset desa harus dilakukan secara tertib dan akuntabel, mencakup inventarisasi, pencatatan, dan pelaporan, aset desa penting untuk disewakan atau dikerjasamakan, dengan hasilnya menjadi sumber pendapatan asli desa.

     Selain itu, aset desa perlu dilindungi, dilestarikan, dan dimanfaatkan untuk kepentingan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa, jangan sampai keberadaan aset desa malah tidak termanfaatkan dengan baik karena keberadaannya tidak diketahui lantaran ada yang terdampak tukar guling.

     “Saya ambil contoh kasus tukar guling di wilayah Desa Labruk Kidul, awalnya TKD nya ada di tugu selamat datang, karena UPT Pertanian Propinsi waktu itu membutuhkan maka di tukarlah TKD diwilayah Jalan Lingkar Timur (JLT), namun karena tidak ada kejelasan tanah yang di JLT malah dikuasi oleh masyarakat dan baru beberapa waktu lalu TKD pengganti itu bisa dikelola oleh desa,” keluhnya.

     Pihaknya berharap kasus serupa jangan sampai terjadi lagi, meskipun tukar guling sudah diatur dalam peraturan menteri dalam negeri, jika pelaksanaannya tidak sesuai prosedur atau ada unsur kesepakatan yang tidak resmi, hal ini dapat menimbulkan masalah pada pendataan aset desa.

     “Pemerintahan desa harus memastikan seluruh proses pengelolaan aset desa, termasuk tukar guling harus dilakukan secara transparan dan akuntabel, jika aset pengganti tidak setara nilai atau jenisnya atau jika pihak ketiga yang bertukar aset tidak melaporkan aset pengganti tersebut, maka aset desa menjadi tidak diketahui,” paparnya.

     Pada akhir dialog, Reza menekankan soal pengelolaan aset desa harus didasarkan pada beberapa asas, seperti kepentingan umum, yaitu digunakan untuk kesejahteraan masyarakat desa, kemudian fungsional atau sesuai dengan tujuan dan fungsi aset tersebut, dan kepastian hokum yang artinya harus mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku.

     “Selain itu perlu juga memperhatikan soal keterbukaan dan akuntabilitas agar masyarakat dapat mengawasi dan memastikan pengelolaan aset desa dapat dipertanggungjawabkan, efisiensi dan efektivitas, untuk memastikan asset desa dimanfaatkan secara optimal dan mencapai tujuan yang diinginkan,” pungkasnya. (Yoni Kristiono)


Editor : Roni


Posting Komentar

0 Komentar