Lumajang, Suara Semeru - Kekosongan
perangkat desa bisa menyebabkan terhambatnya roda pemerintahan desa, pembangunan,
dan pelayanan masyarakat.
Kondisi semacam
ini, langsung direspon oleh Ketua Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) Kabupaten Lumajang, Reza Hadi Kurniawan, S.IP. Kekosongan jabatan
perangkat desa memang dapat berdampak negatif pada pelayanan masyarakat.
“Hal ini karena
perangkat desa memiliki peran penting dalam administrasi desa dan pelayanan langsung
kepada masyarakat. Kekosongan ini dapat menghambat kinerja, menyebabkan
penumpukan pekerjaan, dan bahkan mengganggu jalannya roda pemerintahan desa,”
ungkapnya, ketika menjadi narasumber diprogram Dewan Mendengar Radio Semeru FM,
Kamis 24 Juli 2025. Tema yang diusung dalam dialog tersebut adalah ‘Polemik
Penjaringan Perangkat Desa’.
Kekosongan
perangkat desa bisa disebabkan oleh beberapa faktor seperti pengunduran diri,
pemberhentian karena kasus pidana, meninggal dunia, atau perangkat desa yang
menjalani cuti. Pemerintah desa memiliki prosedur untuk mengisi kekosongan ini,
termasuk pembentukan tim pelaksana dan seleksi calon perangkat desa yang baru.
Reza menambahkan,
bahwa perangkat desa adalah garda terdepan dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat. Kekosongan jabatan dapat menyebabkan pelayanan menjadi tersendat,
lambat, atau bahkan terhenti, sehingga ia menekankan agar pemerintah daerah,
melalui camat, wajib turut serta dalam pengawasan dan pembinaan terhadap
pengisian kekosongan perangkat desa.
“Dari data yang
kami miliki, untuk tahun 2024 kemarin saja sudah ada 63 kekosongan perangkat
desa yang tersebar di Kabupaten Lumajang. Bahkan mirisnya lagi ada kekosongan
yang terjadi mulai tahun 2020 hingga saat ini belum juga dilakukan rekrutmen
perangkat desa yang baru,” keluhnya.
Melihat kondisi
tersebut, perlu ada skema prioritas dalam pengisian jabatan, terutama di
desa-desa yang mengalami kekosongan terbanyak dan dampak pelayanan yang paling
terasa, pemerintah juga perlu melakukan komunikasi yang transparan dan terbuka
dengan desa dan masyarakat mengenai proses pengisian jabatan, birokrasi
pengisian jabatan-pun juga perlu disederhanakan agar prosesnya tidak berlarut-larut
dan memakan waktu lama.
Namun ia
menekankan soal transparansi dalam proses penjaringan, jangan sampai ada
penyimpangan berupa praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN), kecurangan
dalam tes, atau pelanggaran prosedur lainnya yang merugikan masyarakat dan
integritas proses demokrasi di tingkat desa. Menurutnya, hal ini bisa terjadi
ketika calon perangkat desa memberikan sesuatu kepada panitia atau pihak
terkait agar bisa lolos seleksi, atau ketika ada hubungan keluarga atau
kekerabatan yang mempengaruhi keputusan.
Dewan juga
berharap proses seleksi perangkat desa harus dilakukan secara terbuka dan dapat
dipertanggungjawabkan, sementara untuk pelaku penyimpangan harus diberikan
sanksi yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, disisi
lain, pihak yang berwenang, seperti inspektorat perlu melakukan pengawasan yang
ketat terhadap proses seleksi perangkat desa dan masyarakat perlu diberikan
pemahaman mengenai hak dan kewajibannya serta diajak untuk mengawasi proses
seleksi perangkat desa.
“Kita ambil
contoh kasus yang saat ini menjadi sorotan publik yaitu penjaringan perangkat desa
di Desa Jatisari Kecamatan Tempeh, jangan sampai kejadian serupa terjadi di
daerah lainnya, karena perangkat desa yang terpilih melalui cara-cara curang
cenderung tidak memiliki kompetensi dan integritas yang dibutuhkan, dan
masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap proses demokrasi di tingkat desa”
pungkasnya. (Yoni Kristiono)
Editor : Roni
0 Komentar