AGUS SETIAWAN: LUMAJANG DAPAT PREDIKAT WTP DARI BPK, PRESTASI YANG PATUT DIAPRESIASI

    

     Kabupaten Lumajang kembali mendapat penilain atau opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Ini tentu menjadi kabar yang sangat menggembirakan karena Lumajang telah memperoleh predikat WTP dua kali berturut-turut. Diperolehnya opini WTP oleh     Pemerintah Kabupaten Lumajang ini harus diapresiasi. Sebuah kebanggan ketika Pemerintah Kabupaten Lumajang dua kali berturut-turut memperoleh predikat WTP, yakni laporan keuangan Pemkab tahun 2018 dan tahun 2019. Sebelumnya tahun 2016 Lumajang juga mendapat WTP, namun tahun berikutnya (2017) mendapat opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP).

      Agus Setiawan, pengamat ekonomi yang juga pengusaha muda Lumajang, mengutarakan hal itu    dalam talkshow di Radio Semeru FM, Sabtu (24/10), dengan tema: Makna Predikat WTP bagi Lumajang. Ia menegaskan, masyarakat Lumajang patut berbangga, memberikan apresiasi, juga mengucapkan terima kasih kepada Bupati dan Wakil Bupati yang bisa memimpin birokrasi di Lumajang. Apresiasi juga diberikan kepada jajaran pejabat dan petugas staf accounting sehingga bisa memperoleh opini WTP dari BPK.
      Setiawan optimis untuk tahun 2020 prestasi atau opini WTP ini akan kembali diraih karena tinggal memperbaiki apa saja yang menjadi temuan dari BPK dan tinggal ditindaklanjuti hingga tuntas. “Sudah dua tahun berturut-turut dapat WTP, harapan kita tahun depan dan seterusnya selalu mendapatkan WTP. Kita menunggu suatu saat Lumajang akan memperoleh penghargaan 5 tahun berturut-turut predikat WTP. Semoga Pak Bupati dan Bu Wakil Bupati, pada tahun 2023 kita memperoleh penghargaan tersebut,” ujarnya.
      Namun demikian, setelah menerima WTP diharapkan pemerintah tetap fokus karena kalau sudah bagus sering lupa diri. Apa yang yang menjadi temuan BPK sebaiknya segera ditindaklanjuti dan diperbaiki.
      Setiawan berharap pejabat maupun staf accounting Pemerintah Daerah Kabupaten Lumajang tetap bersemangat, jangan sampai lengah. Jangan sampai salah supaya prestasi tetap bisa dipertahankan.
“Saya yakin dengan pimpinan dari Pak Bupati Cak Thoriqul Haq dan Bunda Indah bisa tercapai, ya memang Bunda sudah berpengalaman, lama menjadi kepala Bappeda. Saya yakin pasti bisa tetap berprestasi dan tetap menjadikan laporan keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Lumajang memperoleh opini WTP,” ujar Setiawan optimis.
 
MAKNA WTP
      Dengan diperolehnya WTP, maka ini bisa memberikan kepercayaan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Lumajang. Masyarakat telah mempercayakan pengelolaan APBD kepada pemerintah daerah. Kalau pemerintah daerah bisa menyajikannya realisasinya dalam bentuk laporan keuangan yang kredibel dengan diperolehnya penilaian WTP, maka menurut Setiawan pemerintah daerah patut kita percaya.
      Ini membuktikan bahwa pemerintah bisa mengelola keuangan dengan cara yang benar. Terkait dengan laporan keuangannya apakah benar-benar bisa diyakini kebenarannya? Ini membutuhkan penilaian kita bersama melalui langkah transparansi anggaran.
      “Sekarang kita berharap pemerintah daerah terus menerus meningkatkan transparansi di Lumajang terkait dengan program-program kerja dan kegiatan, juga terkait dengan penganggaran,” tukas Setiawan.
      Tanpa adanya transparansi, menurutnya tidak akan ada pengawasan. Tanpa adanya pengawasan akan muncul moral hazard dan ini akan membawa kembali ke masa lalu, di mana anggaran pemerintah daerah hanya dibacakan untuk waktu tertentu saja.
      Dengan adanya pengawasan oleh semua pihak, termasuk lembaga eksternal seperti LSM, masyarakat, para pengamat dan kaum akademisi di Kabupaten Lumajang, maka ini bisa mencegah adanya tindak pidana korupsi di Kabupaten Lumajang.
      Dengan pengawasan ini pula maka efektivitas anggarannya tercapai, anggaran bisa 100% sampai ke masyarakat. Anggaran benar-benar digunakan untuk kepentingan masyarakat banyak.
      “Jangan sampai hanya menjadi lahan untuk memperoleh keuntungan pribadi bagi oknum-oknum pejabat atau oknum-oknum rekanan, jangan sampai terjadi seperti itu,” ujar Setiawan.
Setiawan berharap transparansi bisa lebih ditingkatkan lagi sehingga ke depan laporan keuangan yang mendapat opini WTP benar-benar sama dengan hasil atau kinerja di lapangan.
 
LIMA JENIS OPINI BPK
      Untuk penilaian keuangan oleh BPK, ujar Setiawan, ada 5 macam opini. Dari hasil audit laporan keuangan biasanya auditor mengeluarkan atau memiliki beberapa opini. Indikator-indikatornya jelas yang membedakan antara 5 opini tersebut.
     Lima macam opini itu adalah:
1. Wajar Tanpa Pengecualian/ WTP (unqualified opinion)
2. WTP Dengan Paragraf Penjelas/ WTP-DPP, artinya ada beberapa isu yang membuat auditor itu membutuhkan penjelasan tertentu.
3. Wajar Dengan Pengecualian atau WDP (qualified opinion). Artinya sebenarnya laporan tersebut disajikan secara wajar tapi ada beberapa akun yang memang dikecualikan karena mungkin ada hal-hal yang belum tuntas di dalamnya.
4. Tidak Wajar (adversed opinion), ini kalau penyusunan laporan keuangannya tidak disajikan dengan benar, tidak sesuai dengan standar akuntansi yang ada di Indonesia maupun standar akuntansi pemerintahan, maka akan memperoleh pendapat tidak wajar.
5. Tidak menyatakan pendapat (disclaimer of opinion). Ini yang paling buruk, kalau auditor memberikan opini disclaimer maka bisa dikatakan bahwa auditor tidak puas akan seluruh laporan keuangan yang disajikan artinya banyak hal yang belum tuntas dan banyak hal-hal yang tidak wajar.
       Dari uraian tersebut maka jelaslah bahwa opini tertinggi atau yang terbaik adalah Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), dan yang terburuk adalah Disclaimer atau tidak memberikan opini.
Setiawan mengungkapkan bahwa beberapa tahun yang lalu pemerintah pusat memperoleh opini disclaimer. Opini disclaimer tersebut didapat karena sejak reformasi, perbaikan laporan keuangan pemerintah pusat baru dimulai tahun 2004, pada masa SBY dan Jusuf Kalla.
      Setiawan kemudian bercerita ketika ia ikut pelatihan dan hadir di sebuah seminar dengan pembicara Jusuf Kalla, beliau menyampaikan keterkejutannya karena melihat pembukuan Istana Negara yang sangat sederhana sekali, tidak by system atau tidak tersistem sehingga tidak diyakini kebenarannya dan kewajarannya
      “Waktu itu saya masih PNS di Ditjen Pajak. Saya ditugaskan ikut pelatihan SAI dan SBMN. Waktu itu malah nama aplikasinya SAI dan SAAT yang kemudian menjadi SBMN. Saya nggak tahu lagi sekarang menjadi apa,” ujar Setiawan.
      Mulai saat itulah, ujar Setiawan, dilakukan perbaikan-perbaikan yang pada waktu melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani. Kemudian juga dilakukan inventarisasi aset karena salah satu temuan yang membuat BPK memberikan opini Disclaimer adalah masalah aset.
Terungkap bahwa banyak aset pemerintah belum teridentifikasi dan belum dimasukkan di dalam neraca keuangan pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
      Dari situ kemudian dilakukan inventarisasi aset sehingga dapat diperoleh angka aset negara sebenarnya berapa, aset pemerintahan daerah sebenarnya berapa, kemudian ini berkembang terus hingga tahun 2018-2019.
       “Tahun 2018-2019 kemarin telah dilakukan revaluasi aset, sehingga menyebabkan nilai aset pemerintah pusat atau aset negara kita melonjak hampir dua kali lipat. Pemerintah daerah juga nantinya harus melakukan hal tersebut supaya nilai asetnya juga melonjak,” ujar Setiawan.
      Setiawan tidak memungkiri bahwa pemerintah daerah suatu saat mungkin membutuhkan untuk menerbitkan obligasi daerah untuk memperoleh pinjaman guna menambah anggaran untuk pembangunan. Semua itu bisa dilakukan jika pengelolaan keuangan pemerIntah daerah bagus dan oleh BPK mendapat penilaian WTP. (TEGUH EKAJA).

Posting Komentar

0 Komentar