AGUS SETIAWAN: LUMAJANG TIDAK HARUS IKUT-IKUTAN DALAM MENGEMBANGKAN SEKTOR PARIWISATA


      Dalam talkshow di Radio Semeru FM, Sabtu (22/8), Agus Setiawan yang dikenal sebagai pengamat ekonomi dan Ketua MPC Pemuda Pancasila Lumajang, melihat bahwa sektor pariwisata Lumajang termasuk berada di kategori pengembangan pariwisata yang tanggung. Ia melihat, meski berulangkali sektor ini mendapat kucuran dana, namun tidak terlalu membawa dampak bagi peningkatan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto). Lalu apakah harus berhenti begitu saja dan berpasrah diri dengan keadaan? Apa yang harus dilakukan?
      Agus Setiawan S.E, dalam talkshow di Radio Semeru FM, Sabtu (29/8), kembali menyoroti Pariwisata di Lumajang. Dalam talkshow di program Ngopi Pagi yang dipandu Hariyanto, S.Pd. tersebut, ia mengemukakan beberapa hal yang harus dilakukan jika Lumajang ingin mengembangkan sektor pariwisata agar tidak terjebak dalam posisi middle trap.
      Ia mengamati, beberapa kota di Indonesia dan kota-kota di Asia sudah punya city branding yang luar biasa, sudah terkenal di dunia internasional. Sementara di Jawa Timur sendiri sekarang hampir semua kabupaten ikut berlomba mengenalkan city branding daerahnya. Mereka berlomba-lomba mengembangkan sektor pariwisata, termasuk juga Lumajang harus ikut dalam perlombaan tersebut dan harus lari cepat kalau tidak ingin ketinggalan.
 
LUMBUNG PANGAN
      Namun menurut Setiawan, dalam perlombaan tersebut tidak harus semuanya satu tipe, misahkan di Jawa Timur banyak kabupaten yang fokus mengembangkan pariwisata dan tidak harus semuanya ke pariwisata juga.
      “Positioning itu penting, tapi diferensiasi itu juga penting. Ketika semua kabupaten dan kota mengembangkan sektor pariwisata, Lumajang lebih bagus fokusnya menjadi lumbung pangan nasional. Itu menurut saya positioning yang lebih tepat dan diferensiasinya yang eye catching atau menonjol,” ujar Setiawan.
      Intinya Lumajang tidak harus ikut-ikutan, karena kalau kita ikut-ikutan seperti daerah-daerah lain maka dikhawatirkan akan terjebak di posisi tengah-tengah atau tanggung. Middle trap ini sering disampaikan Setiawan mengingat apa yag dilakukan pemerintah untuk pariwisata ini terkesan tidak all out.
      Untuk menempatkan pada posisi atas, menurut Setiawan, sangat susah karena sudah kalah duluan dibanding dengan daerah lain di Jawa Timur. Dari segi infrastruktur Lumajang sudah kalah, dari segi daya tarik wisatanya juga kalah.
      Lumajang sekarang perlu melakukan riset kembali, sektor mana yang jika dikembangkan paling cepat membuat rakyat sejahtera. Apakah benar sektor pariwisata atau harus dialihkan ke sektor yang lain. Ini harus benar-benar dicari karena visi pemerintah yang paling utama adalah mensejahterakan masyarakat.
      Agus Setiawan menegaskan bahwa kalau Pemerintah Kabupaten Lumajang mau ikut berlomba di sektor pariwisata maka harus all out. “Bukan sekedar untuk mencari pencitraan, bukan untuk mencari anggapan seolah-olah dikenal hebat, seolah city brandingnya bagus tapi di dalamnya rakyatnya tidak sejahtera,” ungkap Setiawan.
      Yang dimaksud all out menurut Setiawan adalah persoalan pariwisata tidak harus diserahkan hanya ke Dinas Pariwisata saja, tapi seluruh OPD, badan atau Lembaga-lembaga masyarakat semua harus menjelma menjadi "Dinas Pariwisata". Artinya, semua program yang ada di dinas-dinas tersebut harus dikaitkan dengan sektor pariwisata.
      Jika Dinas Pariwisata berjalan sendirian, maka dipastikan masuk ke middle trap. Karena itu jika mau benar-benar fokus di pariwisata, maka semuanya harus mendukung. Birokrasi harus mendukung, DPRD harus mendukung, pihak keamanannya juga harus mendukung, masyarakatnya juga harus mendukung. “Kalau itu tidak bisa dijalin, tidak bisa dijadikan satu melangkah bersama, sudah pasti kita tidak akan berhasil dan akan tenggelam dalam middle trap,” tuturnya.
 
PEMBAGIAN CLUSTER PARIWISATA
      Seperti pada pertemuan sebelumnya, kali ini Setiawan kembali memberikan gambaran tentang pariwisata yang ditata dengan model cluster berjaringan. Dengan penataan seperti ini maka wisatawan yang akan berkunjung ke Lumajang banyak mendapatkan pilihan obyek dalam setiap perjalanannya.
      Selain itu fasilitas pendukung seperti penginapan dan tempat makan juga harus memadai sehingga wsiatawan mendapatan kenyamanan. Wisatawan juga harus mendapatkan rasa aman dan tidak was-was.
      “Kalau hanya mendapatkan satu tempat wisata itu akan rugi. Wisatawan juga pasti akan mencari oleh-oleh, ini yang saya sebut sistem Cluster, mereka harus punya pilihan-pilihan,” ujarnya.
      Setiawan memberikan contoh, misalkan di Lumajang dibagi beberapa cluster pariwisata, seperti cluster selatan ada Tumpak Sewu dan beberapa obyek pendukung lain yang mungkin bisa dikunjungi dalam satu paket perjalanan termasuk dipikirkan di mana area untuk mendapatkan oleh-oleh atau souvenir dan tempat makan yang representatif.
      Untuk cluster barat, Setiawan mencontohkan misalkan obyek unggulannya adalah B29, dengan obyek pendukung Pura Mandaragiri dan obyek wisata lainnnya. Pusat perekonomian atau untuk belanja di Pasar Senduro yang tentu harus dibenahi termasuk pusat oleh-olehnya ditaruh dimana.
      Kemudian untuk cluster utara ada segitiga Ranu, ini harus ditata sedemikian rupa sehingga setiap cluster ada obyek unggulan dan fasilitas yang memadai. Semua harus ditata selevel dengan tempat pariwisata luar daerah agar Lumajang tidak ketinggalan karena daya tariknya kurang.
      Sistem cluster ini menurut Setiawan dimaksudkan agar Lumajang bisa memasarkan obyek wisata dengan sistem paket. Bisa ditawarkan di media sosial, facebook, instagram dan lain-lain termasuk beriklan di google adsense. Selain itu juga bisa digandeng blogger-blogger agar menulis tentang wisata di Lumajang misalnya dengan menggelar event lomba blogger.
      Semua itu memang perlu ada langkah strategis, tidak bisa serta-merta maunya pariwisata tapi serba tanggung. “Sampai dengan detik ini saya menilai semuanya masih serba tanggung, pengembangan obyeknya rata-rata swadaya masyarakat desa terutama Pokdarwis,” ujar Setiawan.
 
GELAR EVEN BUDAYA
      Beberapa tahun yang lalu saat periode kepemimpinan Bupati almarhum Sjahrazad Masdar Lumajang, banyak menyelenggarakan festival budaya. Dinas Pariwisata pada saat itu oleh Setiawan dianggap luar biasa kreatifnya. Ia mencontohkan beberapa kegiatan yang mampu menarik perhatian, seperti Festival Jaran Kencak, Festival 1000 Tari Godril, ada juga festival budaya antar kabupaten yang digelar di Lumajang. Selain itu juga ada beberapa festival budaya di Gucialit, Pura Senduro, dan lain-lain.
      “Saya lihat festival-festival sekarang yang ada di Lumajang ini lebih cenderung ke anak muda, contohnya kemarin sempat ada festival Prapatan yang dikemas ala anak muda yang tidak menarik untuk masyarakat umum. Secara keseluruhan acara pemerintah untuk kepentingan anak muda,” tukas Setiawan.
      “Apapun yang sudah baik di masa lalu harusnya diteruskan, kalau bisa ditingkatkan. Bukan malah mengalami kemunduran. Jadi sayang sekali kalau mundur, karena Pura di Senduro misalnya sudah dikenal dan sudah punya daya tarik luar biasa untuk masyarakat terutama yang berasal dari Bali dan masyarakat di sekitar bisa terangkat perekonomiannya,” ungkap Setiawan.
       Diakui memang Lumajang sudah ada MOU dengan kabupaten lain soal pariwisata ini, namun implementasikan yang menurut Setiawan belum terlaksana dengan baik. Pemerintah perlu melakukan riset pengembangan budayanya seperti apa, karena Lumajang menurutnya yang bagus adalah kebudayaan. Festival-festival budaya itulah yang ditunggu oleh masyarakat luar.
      “Kalau hanya mengandalkan eksotisme alamnya saja, mohon maaf di luar kota pun banyak yang indah luar biasa. Jadi kita tidak boleh overclaim seolah-olah alam Lumajang paling indah se- Indonesia atau paling indah sedunia, nggak boleh overclaim seperti itu,” ujarnya.
      Yang overclaim ujar Setiawan mungkin belum pernah datang ke luar kota, bagaimana keindahan alam di luar kota. Di suatu kota yang memiliki dataran tinggi menurutnya pasti banyak alam yang indah, pasti ada air terjunnya. Demikian pula daerah yang punya pantai pasir putih. Di Lumajang pantainya berombak besar dan sering mengalami abrasi dan jika ada yang berenang sering menelan korban jiwa sehingga daya tariknya berkurang, keamanannya juga kurang terjamin.
      Oleh karena itu pemerintah daerah prlu memikirkan tim pengembangan wisata yang luar biasa kreatif. “Sudahlah, jangan dibungkus masalah ini hanya karena like and dislike, assessment orang-orang itu dengan professional. Kalau memang mereka punya kreativitas untuk mengembangkan pariwisata dan budaya di Lumajang rekrut mereka, jangan hanya orang-orang tertentu saja,” ungkap Setiawan.
      Saat ini Setiawan melihat hanya orang-orang tertentu yang menguasai hampir semuanya. Setiap kegiatan akan dijadikan proyek orang-orang tertentu, padahal di pinggiran kota Lumajang banyak orang-orang yang kreatif, lebih mengerti tentang budaya, lebih tahu caranya mengembangkan budaya Lumajang, hingga menarik wisatawan dari luar Lumajang. “Memang kenyataannya seperti itu dan sampai dengan sekarang kita belum menyelenggarakan event yang bertaraf nasional,” ujar Setiawan.
 
TARGET MARKET WISATA
      Saat ini pemerintah Lumajang harus sepakat fokus menggarap target market pengembangan wisata Lumajang itu siapa, Apakah untuk wisatawan lokal yang tentunya jika dihitung kunjungannya bisa mencapai jutaan per tahun karena wisatawan lokal ini bisa berkunjung 4 kali dalam sebulan. Wisatawan ini dari segi perputaran uang adalah tetap berkutat dari Lumajang berputar di Lumajang.
      Berikutnya yaitu wisatawan domestik, baik dari luar daerah namun adalah wisatawan dalam negeri Indonesia. Berapa target yang akan didatangkan dan juga untuk wisatawan asing atau dari luar negeri, ini harus dihitung berapa uang yang diperoleh dalam perputaran ekonominya dibandingkan dengan ongkos untuk pengembangan obyek wisatanya tersebut.
      “Bandingkan juga jika ongkos pengembangan wisata tersebut diberikan ke sektor lainnya, lebih bermanfaat yang mana, yang mana yang mampu mendatangkan hasil yang luar biasa,” ujar Setiawan. Setiawan juga meminta untuk menghitung mana yang lebih banyak melibatkan orang, yang mana yang lebih bisa meningkatkan pendapatan perkapita masyarakat.
      Jangan sampai terlanjur menggebu mengembangkan wisata namun justru terjebak dalam middle trap, tidak dapat apa-apa dan mubazir apa yang sudah dilakukan. “Kemarin saya ke Loji Pasrujambe yang digembar-gemborkan akan dikembangkan, ternyata ketika saya kesana tempatnya terbengkalai,” tutur Setiawan.
      Untuk ini Setiawan meminta agar dilakukan penelitian atau pengawasan oleh Inspektorat Daerah karena Setiawan melihat ada dua bangunan di Loji yang tidak rampung. Pembangunan tersebut harus diawasi menggunakan anggaran tahun berapa dan itu harus dipertanggung jawabkan kepada masyarakat.
      “Pak Bupati harus mempelajari, ini Loji kenapa, asetnya milik siapa. Jika milik Perhutani bisakah dipinjam pakai. Jika ini milik Perhutani kemarin yang dipakai membangun uangnya siapa. Ini jadi masalah nanti jika itu milik Perhutani sementara dibangun dengan anggaran Pemerintah Daerah Lumajang,” terang Setiawan.
 
PERLU LIBATKAN MASYARAKAT
      Gerakan objek wisata apabila dikelola dengan baik tentunya akan membuat pendapatan perkapita penduduk di sekitarnya meningkat.Tetapi ada prasyaratnya, yaitu masyarakat mau diajak ikut bekerja sama untuk mendukung pengembangan objek wisata di daerahnya.
      “Wisata juga harus memperhatikan masalah SDM dengan cara melibatkan tokoh-tokoh setempat, karena masyarakat kadang lebih menurut kepada tokoh-tokoh yang dikenal daripada pemerintahan,” ujar Setiawan.
      Selain itu prasarana harus terpenuhi termasuk terpenuhinya kebutuhan pokok dulu, seperti dicontohkan untuk masalah air di wilayah utara. Masyarakat tidak akan bisa diajak untuk mengembangkan sektor pariwisata jika kebutuhan air tidak terpenuhi. Karena sektor pariwisata investasinya jangka panjang, jika mulai mengembangkan pariwisata sekarang belum tentu 2 atau 3 tahun kemudian akan kembali modal.
      Pengembangan wisata perlu trategi yang saling terintegrasi antar semua dinas, masyarakatnya, dan membutuhkan modal yang sangat besar. Setiap obyek wisata perlu diaudit masalahnya supaya bisa dicari solusinya.
      “Sayang sekali jika ada tempat wisata yang dimiliki daerah yang sudah sangat dikenal oleh masyarakat Lumajang tetapi pengembangannya masih nanggung, lagi-lagi akan terperangkap middle trap dan ramainya paling kalau Idul Fitri saja. Ini menjadi PR yang sangat besar,” terang Setiawan.
      Pengembangan pariwisata wajib melibatkan investor atau pihak swasta, karena keungan pemerintah daerah tidak akan cukup dan tempat wisata kalau hanya dikelola pemerintah daerah pengembangannya terbatas. Prosesnya juga panjang dan banyak syarat yang harus dipenuhi. Ini berbeda jika melibatkan pihak swasta yang tentunya gampang pengembangannya dan bisa terjadi terus-menerus sepanjang tahun.
      Untuk memperluas skala pengembangan perlu melibatkan investor-investor swasta baik dari kota Lumajang sendiri maupun dari luar kota. Jika dari Lumajang sendiri kurang maka luar daerah perlu dilibatkan. Itu tujuannya adalah supaya wisatanya berkembang, tentunya pendapatan masyarakat di sekitar objek wisata harus ikut berkembang pula.
Ketika melibatkan investor atau pihak swasta, maka konsep wisata harus dikemas dengan konsep yang melibatkan masyarakat sekitar. Tidak boleh hanya konsep wisata yang menguntungkan investor saja.
      Dengan keterlibatan masyarakat diharapkan pengembangan wisata ini bisa berkelanjutan sehingga ekonomi masyarakat sekitar juga ikut berkembang dan pelestarian alam turut terjaga.
      “Yang terpenting untuk mendukung pariwisata di Lumajang, semua OPD harus menjadi Dinas Pariwisata, menjadi marketing semua, maka banyak program dan kegiatan yang bisa dikaitkan dengan kegiatan wisata untuk memperkenalkan wisata Lumajang. Begitu pula sebaliknya agar bersinergi, seperti contohnya warung di lahan sawah dengan menyajikan menu-menu hasil bumi Lujmajang. Ada beberapa yang mengembangkan hanya skalanya kecil, maka kalau cari investor yang berani masuk mungkin skalanya akan lebih besar dan menarik,” ujar Setiawan menggambarkan sinergi wisata dengan pertanian. (TEGUH EKAJA)

 


Posting Komentar

0 Komentar