AGUS SETIAWAN: LUMAJANG HARUS PUNYA PUSAT LOGISTIK DAERAH



      Sejatinya, Lumajang dikenal sebagai daerah penghasil cukup banyak produk unggulan, mulai dari beras, pisang, durian, kopi, nangka, salak, cabe, kentang, aneka sayuran, dan berbagai komoditas lain. Namun sangat disayangkan, masih cukup banyak produk unggulan itu yang belum terserap di pasaran.
      Menjawab begitu banyaknya produk unggulan Lumajang yang tidak bisa terserap di pasaran, Agus Setiawan, pengamat ekonomi asal Lumajang mengusulkan agar Lumajang memiliki Pusat Logistik Daerah. Dengan adanya pusat logistik ini maka banyak manfaat yang akan diperoleh.
      Hal ini disampaikan Agus Setiawan saat menjadi narasumber talkshow di Radio Semeru FM dalam program Ngopi Pagi yang dipandu Hariyanto, S.Pd. Sabtu (19/9). Menurut Setiawan, pemerintah sudah harus memikirkan kemungkinan untuk segera membangun pusat logistik tersebut di kawasan utara.
      Alasan mengapa pusat logistik tersebut di bangun dikawasan utara, karena di kawasan tersebut bakal dibangun jalan tol. Belum lagi merupakan kawasan persimpangan sehingga akses lebih mudah untuk menuju kota lain, dan juga kawasan yang dilalui oleh mereka yang akan bepergian menuju ke kota lain.
 
PUSAT LOGISTIK DAN PERAN BUMD
      Pusat logistik daerah yang diusulkan Setiawan tersebut diharapkan bisa dikelola oleh BUMD. Pusat logistik ini diharapkan bisa membantu menghubungkan petani dengan buyer (pembeli). Untuk mendukung pusat logistik ini juga diperlukan marketing house. Dengan cara ini maka buyer kalau ingin mencari cabe misalnya bisa langsung masuk ke aplikasi website atau apapun yang disediakan oleh pusat logistik daerah.
      Dengan adanya pusat logistik tersebut petani tidak lagi terhubung kepada tengkulak. Petani bisa langsung terhubung dengan pembeli dari manapun dan bisa transkasi, tawar-menawar, negosiasi di tempat tersebut.
      Kalaupun petani tidak bisa mengirim produknya saat itu, maka BUMD telah siap dengan pusat logistiknya yang juga menyediakan jasa penyimpanan, jasa packaging, tempat transaski, dan lain -lain.
      “Itulah fungsi BUMD untuk mendukung sektor pertanian, mendukung transaksi jual-beli pertanian. Oleh karena itu, saya sangat mendukung sekali apabila ke depan Pemerintah    Daerah Lumajang lebih memprioritaskan sektor pertanian. Memberikan dukungan anggaran yang maksimal dengan cara menyediakan fasilitas pendukung kegiatan perekonomian di bidang pertanian. Di situlah baru mulai agro ekonomi kita akan meningkat, dan ini juga harus disertai peningkatan agro bisnis dan peningkatan agroindustri,” ungkap Setiawan.
      Dengan adanya pusat logistik ini, maka semua produk pertanian, perkebunan, perikanan dan lain-lain dari Lumajang bisa ditampung sehingga siapapun yang membutuhkan produk-produk tersebut tidak kebingungan mencarinya.
      Dengan demikian, maka pusat logistik bisa menjadi penghubung dan mendekatkan pelaku usaha dengan bahan baku yang dibutuhkan. Menyiapkan inventori bagi industri atau pun pelaku usaha lain yang membutuhkan bahan baku tersebut.
      Pusat logistik, ujar Setiawan, juga dilengkapi dengan fasilitas chiller dan coldstorage yang digunakan untuk menyimpan produk pertanian dan lain-lain yang tidak bisa berumur panjang, sehingga ketersediaan produk tersebut selalu terjaga.
      “Contohnya seperti cabe, ketika sedang panen dan berlimpah mungkin bisa diolah menjadi bubuk cabe, atau disimpan dalam bentuk segar di dalam chiller dan coldstorage, sehingga bisa berumur lebih panjang agar tidak terbuang sia-sia. Ketika harga mulai tinggi bisa dikeluarkan untuk menstabilkan harga,” ujar Setiawan.
      Pemerintah juga perlu memikirkan produk-produk apa saja yang bisa diolah di Lumajang agar produk tersebut tidak dilempar ke luar daerah dalam wujud barang mentah saja.
      Dengan adanya pusat logistik, maka bisa menghubungkan petani ke industri secara langsung sehingga petani atau nelayan tidak dikuasai oleh tengkulak. Di mana para tengkulak ini membeli produk pertanian ketika masa panen dengan harga yang sangat rendah dan mereka menyimpannya untuk kembali dijual dengan harga yang tinggi.
      Ini mengindikasikan bahwa petani butuh pusat logistik daerah yang bisa menyimpan produk atau barangnya sehingga jika sedang panen dan ptroduknya melimpah maka disimpan dulu dan dikeluarkan secukupnya agar stok di pasar stabil sehingga tidak berlebihan atau kekurangan.
      Petani biasanya akan khawatir produknya atau hasil panennya rusak jika tidak segera dipasarkan. Akibatnya produk melimpah di pasar sehingga harganya anjlok dan petani merugi. Tidak jarang pula petani harus berkejaran dengan waktu untuk memasarkan barangnya.
      Setiawan mencontohkan banyak truk yang memuat cabe dari Lumajang ke Jakarta. Mereka harus mengebut karena dituntut harus sampai di Jakarta dalam waktu 16 jam. Akibatnya banyak truk cabe yang mengalami kecelakaan.
      “Jika mereka lewat dari jam 9 di pasar induk, maka akan dipotong. Coba kalau misalkan punya gudang penyimpanan, maka umur cabenya bisa diperlama, harganya bisa terjamin stabil,” ujar Setiawan.
      Setiawan menyebutkan bahwa saat ini produk pertanian dan perkebunan Lumajang banyak dipasarkan di luar daerah. Ini sangat membutuhkan perhatian dan intervensi pemerintah daerah agar terkoordinir dan petani terlindungi. Produk-produk tersebut sangat butuh jasa pusat logistik.
      Setiawan mencontohkan beberapa produk pertanian dan perkebunan yang telah dipasarkan ke luar daerah tersebut di antaranya cabe kecil yang dipasarkan di Jawa Tengah, Jawa Jawa Barat, dan DKI Jakarta. Ada juga alpukat yang masuk ke Surabaya dan Jakarta.
      “Hanya saja dibeli oleh tengkulak dari Probolinggo dan sayangnya alpukat tersebut dipacking, diberi label, kemudian alpukat tersebut diklaim dari Probolinggo,” ungkap Setiawan.
      Produk jambe juga masuk pasar antar pulau, ada juga kelapa di wilayah utara. “Sekarang ada juga pengusaha yang menekuni kelapa kopyor. Bagaimana apakah bisa dikembangkan misalnya pembibitannya, itu penting untuk mendapat perhatian,” ujar Setiawan.
      “Ada juga pisang kepok kita juga mahal. Punya kita bagus-bagus tandannya besar-besar, tapi diborong oleh tengkulak dengan harga rendah. Ada juga lada dari Klakah dan Ranuyoso,” lanjutnya.
      Selain itu ada juga produk kopi dari berbagai daerah di Lumajang seperti Gucialit, Senduro, Pasru Jambe, Lemongan, Klakah, Ranuyoso, Randu Agung, semuanya menurut Setiawan mengklaim kopinya paling enak. Ini menurut Setiawan perlu dukungan.
      “Pemerintah daerah perlu meriset, mencari kopi yang paling enak itu yang mana, jangan mengenalkan kopi kolesem (kopi lemongan dan lereng semeru), ini yang enak yang mana? Jangan sampai ketika orang luar mencari kopi justru dapatnya kopi yang tidak enak,” ujar Setiawan.
 

BERORIENTASI PDRB, BUKAN PAD
      Yang terpenting dari semua itu, lanjut Setiawan, pemerintah harus memfasilitasi agar ratusan ribu warganya sejahtera. Ratusan ribu warga Lumajang tersebut banyak yang bergerak di bidang pertanian.
       Bidang pertanian saat ini butuh support lebih dari pemerintah daerah, karena itu Setiawan berulangkali menekankan agar anggaran Pemerintah Daerah Lumajang berikutnya lebih difokuskan ke sektor pertanian. Salah satu support yang riil bisa diujudkan adalah pembangunan fasilitas termasuk pusat logistik tersebut.
      “Daripada anggaran di masukkan ke sektor yang tidak jelas, lebih baik gelontorkan saja untuk sektor yang sudah terbukti mampu meningkatkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan sektor tersebut menaungi hajat orang banyak yaitu pertanian,” ungkap Setiawan. “Saat ini perekonomian kita harus berorentasi kepada PDRB, bukan berorientasi kepada PAD” sambungnya.
      Setiawan yakin sebenarnya banyak program Cak Thoriq dan Bunda Indah yang sudah disiapkan untuk perbaikan ekonomi Lumajang, namun karena pandemi Covid-19 semua itu tidak terlaksana. “Kita maklumi memang gara-gara Covid anggaran yang seharusnya bisa digunakan untuk program-program unggulan akhirnya terpaksa dialihkan, direfocusing untuk penanganan Covid. Ini berarti harus digeser ke tahun depan, tinggal kita nantikan saja tahun depan semoga bisa dijalankan,” pungkasnya. (TEGUH EKAJA)

 



Posting Komentar

0 Komentar