STRATEGI MEMULIHKAN EKONOMI DI ERA NEW NORMAL




     Meski belum terbebas dari kungkungan Covid-19, pemerintah harus sudah menyiapkan strategi untuk pemulihan ekonomi pascapandemi. Virus corona tidak bisa hanya diratapi, tetapi harus ada upaya untuk pulih kembali dari dampaknya.
      Diakui pandemi corona dan kebijakan pembatasan gerak masyarakat sangat berdampak pada sektor ekonomi. Hal itu diungkap Agus Setiawan S.E., seorang pengamat ekonomi sekaligus pelaku ekonomi asal Lumajang saat menjadi narasumber di acara Ngopi Pagi di Radio Semeru FM Lumang (30/5). Tema yang diusung adalah Strategi dan Tahapan Pemulihan Ekonomi di Tengah Corona.
Menurut Setiawan, wabah Covid-19 telah menyebabkan aktivitas manusia dibatasi dengan berbagai tingkatan. Ada yang benar-benar membatasi seluruh aktivitas, ada juga yang parsial. Dibatasinya kegiatan masyarakat ini berakibat cukup buruk bagi perekonomian.
      “Dapat kita amati bahwa indeks konsumsi kita turun, kemudian indeks infrastruktur juga turun, pekerjaan-pekerjaan besar seperti infrastruktur terpaksa ditunda,” ujarnya sambil menyebutkan contoh agenda besar di Jawa timur yang terpending seperti rencana pembangunan jalan tol Probolinggo - Banyuwangi, tol Lumajang-Probolinggo dan rencana pelebaran jalan nasional. “Tadinya direncanakan dimulai pertengahan tahun, terpaksa ditunda sampai November,” imbuhnya.
Hal ini menurut Setiawan menyebabkan stimulus ekonomi yang harusnya jadi momentum perbaikan ekonomi jadi tertunda. Oleh karena itu, pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah memerlukan strategi untuk memulihkan ekonomi.
      Tanpa strategi yang baik dikhawatirkan kurva pertumbuhan ekonomi akan terus turun tajam seperti sekarang. “Diprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya 0,5% per tahun. Ini berarti turun hampir 4,5%,”ungkapnya.
      Pemerintah pusat sendiri sudah mulai memasang strategi dan pada tanggal 11 Mei 2020 keluar Peraturan Pemerintah (PP) mengenai penyelamatan ekonomi nasional (PEN). Pemerintah sudah mengeluarkan program PEN yang tujuannya adalah untuk memulihkan perekonomian secara nasional dengan total pembiayaan atau anggaran yang disiapkan sekitar Rp 600 triliun. “Apa yang akan dilakukan dengan anggaran itu yang kita belum tahu,” tukas Setiawan.


DAERAH HARUS RESPONSIF
      Menurut Setiawan, untuk pemulihan ekonomi perlu memperhatikan semua dimensi, baik itu dimensi kesehatan maupun ekonomi. Juga harus tetap memperhatikan program peningkatan SDM, termasuk program pendidikan.
      Ini juga perlu diramu oleh pemerintah daerah, termasuk Lumajang. Harus sudah memasang strategi akan menjalankan program apa untuk recovery ekonomi di tingkat daerah. "Pemerintah daerah Lumajang harus punya aksi yang baik dan tidak mungkin pemerintah daerah berdiam diri membiarkan perekonomian autopilot atau berjalan sendiri", ujarnya.
      “Saya garis bawahi bahwa program PEN atau pemulihan ekonomi nasional yang dilakukan oleh pemerintah pusat apabila tidak diakselerasi dengan program pemerintah daerah, itu tidak akan mampu jadi booster (penguat) perekonomian,” ujarnya.
      Tanpa aksi strategi yang baik, maka akan muncul masalah yang semakin kompleks. Setiawan mencontohkan banyaknya warga masyarakat yang kehilangan pekerjaan akibat PHK, sehingga banyak pengangguran. Banyaknya pengangguran ini juga akan mengarah kepada aksi kriminalitas.
Setiawan menyarankan agar pemerintah daerah mulai sekarang merancang program yang bisa menciptakan lapangan kerja. Penciptaan lapangan kerja bisa didorong dengan dua program, yakni sisi pemerintah sendiri dengan membuat proyek atau pekerjaan besar yang melibatkan banyak orang, dan berikutnya mempermudah perizinan investasi.
      “Mumpung ada kesempatan, misalkan ada investor yang mau masuk ke Lumajang untuk bisnis manufaktur segera diberikan. Kalau perlu dibantu untuk dimudahkan supaya mereka segera bisa mendirikan industri di Lumajang, misalkan mendirikan pabrik pengolahan kayu dan lain-lain,” jelas Setiawan.
      Dengan cara demikian maka setidaknya kawasan tertentu tersebut akan terbantu dengan terciptanya lapangan kerja dalam jumlah yang cukup besar. Hal ini perlu didorong oleh pemerintah daerah, karena kalau tidak didorong oleh daerah maka program dari pemerintah pusat pun akan jadi percuma, sehingga recovery ekonomi akan berlangsung dalam waktu yang lama.
       Kalau recovery itu berlangsung dalam waktu yang lama, lanjut Setiawan, maka akan semakin banyak orang miskin, semakin banyak orang yang tidak memiliki pekerjaan dan ujungnya adalah meningkatkan angka pengangguran dan angka kemiskinan secara nasional. “Ekstrimnya angka pengangguran akan mencapai atau akan bertambah hingga 5 juta orang lebih,” tegasnya.
      Setiawan berharap setiap program Organisasi Perangkat Daerah (OPD) harus ada program yang mendorong terciptanya lapangan kerja. Diakui saat ini ada dana desa yang bisa dibuat untuk pengerjaan project-project desa yang diswakelola atau dikerjakan langsung oleh masyarakat desa. “Proyek itu mungkin bisa menciptakan lapangan kerja, tapi kan harus kontinyu,” ujar Setiawan.
      Sekarang ini menurut Setiawan, peluang yang paling besar dari dunia swasta yakni dari sisi para pengusaha dan usaha mikro kecil menengah (UMKM), yang perlu dibantu didorong untuk berkembang. Pemerintah daerah harus tahu apa yang diperlukan mereka. “Pemerintah pusat sudah mengeluarkan program PEN untuk membantu mereka dari sisi subsidi bunga dan pembiayaan perbankan, selain itu juga diberikan kemudahan perizinan. Sekarang tinggal pemerintah daerah untuk mendukung program ini,” terang Setiawan.
      Setiawan juga menyoroti APBD Lumajang yang habis untuk belanja pegawai dan belanja rutin, untuk belanja barang dan jasa. “Kalau dibilang belanja barang dan jasa itu untuk menciptakan kerja yang dapat hanya rekanan dan tentu jumlah tenaga kerjanya tidak banyak,” imbuhnya.

PERSIAPAN MEMASUKI ERA NEW NORMAL
      Di tengah pandemi corona, gaya hidup masyarakat memang tidak serta merta bisa berjalan seperti sediakala. Pemerintah mulai saat ini harus sudah melakukan sosialisasi tentang apa itu yang dimaksud dengan ‘new normal’. Pemerintah juga harus menyiapkan panduan bagaimana berkehidupan dengan situasi new normal tersebut, baik itu panduan untuk masyarakat secara umum dan panduan untuk pelaku ekonomi.
      Pemerintah pusat sudah mulai merilis tahapan-tahapan memasuki era new normal. Semua sudah mulai menyesuikan diri termasuk perusahaan-perusahaan yang sudah mulai menerapkan aturan sesuai dengan protokol kesehatan. “Tinggal di pemerintah daerah ini seperti apa. Peraturan Bupati juga harus menyesuaikan dengan perkembangan. Kita memasuki new normal ini panduannya bagaimana, jangan cuma mau new normal tapi gak jelas aturannya,” ungkap Setiawan sambil menjelaskan jika setiap perubahan ataupun kebijakan harus didasari dengan peraturan.
      Masyarakat menganggap normal itu kembali ke semula, hidup apa adanya dan ini sangat berbahaya karena pencegahan penyebaran corona tidak akan tuntas jika perilaku masyarakat masih menganggap tidak ada apa-apa. Pemerintah tidak boleh kendor dalam penegakan disiplin kepada masyarakat, karena jika pemerintah kendor maka masyarakat beranggapan semuanya baik-baik saja. Karena itu pemerintah harus menegaskan bahwa yang dimaksud normal itu apa.
      “Panduan tentang apa yang harus dilakukan oleh masyarakat ini perlu diulang-ulang, kalau perlu disebarkan melalui pamflet flyer dan lain-lain. Pemerintah daerah harus memberikan instruksi kepada pemerintah desa, RW dan RT, seperti apa new normal itu panduannya. Jangan sampai kalah dengan kepolisian yang kreatif dengan program desa tangguh,”ujar Setiawan.
      Setiawan juga mengingatkan bahwa untuk pemberlakuan new normal itu harus melalui tahap dan prosedur-prosedurnya, seperti harus ada riset dan studi apakah penyebaran corona di lingkungannya atau di daerah itu termasuk yang terkendali atau belum. Kalau belum bisa dikategorikan sebagai terkendali tentu belum bisa menerapkan new normal.
      Pemerintah daerah juga diharapkan tidak tergesa-gesa dalam setiap pengambilan keputusan. Seperti dicontohkan penutupan pasar hewan yang dilakukan belum lama ini juga dengan alasan tidak patuhnya masyarakat terhadap protokol di pasar hewan tersebut. Sementara di sisi lain ada mall yang juga melakukan pelanggaran protokol namun tidak mendapat perlakuan yang sama.
      “Sekarang peraturan bupati juga harus menyesuaikan. Jangan sampai peraturannya belum dicabut, namun di lapangan penerapannya lain. Ini akan menimbulkan inkonsistensi. Saya berharap semua kebijakan harus didasarkan pada peraturan yang resmi seperti Perbup,” tegas Setiawan.
“Kebijakan pemerintah itu memang harus didahului dengan tahapan-tahapan, prosedur yang jelas dan terbuka. Juga mengundang atau meminta pendapat dari beberapa kalangan seperti dari Kapolres dan Dandim dan lain-lain,” ujar Setiawan yang juga menyarankan agar Bupati tidak segan-segan melakukan hearing dan meminta pendapat pakar atau masyarakat yang paham dengan situasi sebenarnya.
      Bupati dan Wakil Bupati harus segera menegaskan peraturan mana yang masih berlaku dan mana yang ada perubahan. Juga yang paling penting menurut Setiawan adalah memperjelas aturan dan menegakkan untuk semua kalangan. Jika tidak, khawatir masyarakat menganggap sekarang sudah normal. Artinya sudah hidup seperti biasa, ini sangat berbahaya sekali. “Peraturan harus bisa mengambil jalan tengah antara perekonomian dan kesehatan, dan pemerintah juga harus bisa memberi teladan,” imbuhnya.
      “Kita harus memberi pemahaman bahwa Covid ini sangat rentan menular di kerumunan orang. Oleh karena itu tempat-tempat yang kemungkinan bisa menyebabkan kerumunan orang itu pasti dibatasi termasuk objek wisata,” ujar Setiawan.
Setiawan menyambut baik kabar bahwa pemerintah akan segera membuka pariwisata secara bertahap atau objek-objek wisata yang tidak menyebabkan kerumunan dalam skala besar, seperti wisata panorama yang masih bisa diatur. Contohnya dengan pembatasan pengunjung. Pembatasan pengunjung mungkin bisa diatur dengan cara registrasi online, artinya orang tidak bisa langsung datang dan langsung beli tiket masuk. “Dengan begini bisa diatur pembatasan jumlah pengunjung agar tidak berjubel,” ujarnya.
      Hal ini bisa segera dilakukan tanpa harus menunggu situasi normal. Dengan demikian pembatasan pengunjung itu bisa diperlakukan sehingga tempat wisata tidak benar-benar mati. “Obyek wisata bisa dibuka dengan pembatasan pembatasan tertentu dan penerapan protokol yang ketat,” ujar Setiawan.
      “Contoh objek wisata hutan bambu mungkin bisa dibuka secara parsial dengan pembatasan pengunjung, tapi untuk kolam renangnya mungkin ditutup karena rentan terjadi penularan corona. Sementara pedagang-pedagangnya diatur dengan tempat duduk yang juga diatur tidak seperti sebelumnya orang bisa bergerombol 1 tikar bisa 5 sampai 10 orang,” terang Setiawan. Dengan dibukanya objek wisata ini maka diharapkan UMKM yang ada di sekitar tempat wisata bisa betraktivitas walaupun kapasitasnya jauh berkurang.
      Aksi strategi tingkat nasional sudah diterapkan oleh pemerintah pusat, di tingkat daerah juga harus bisa melakukan aksi strategi. Segera diumumkan skemanya bagaimana, tahapan tahapannya bagaimana supaya masyarakat tahu sehingga kalaupun ada yang salah segera bisa diperbaikai.
Pemerintah daerah perlu memulai untuk public hearing, artinya mendengarkan suara masyarakat. Sebelum memberlakukan sebuah kebijakan suara masyarakat juga harus didengar di awal sebagai salah satu bahan pertimbangan.
      Tentang persiapan penerapan memasuki New Normal ini, Setiawan berulangkali menyarankan perlunya menggalakkan sosialisasi dan edukasi. Walaupun kita memilih berdamai dengan corona bukan berarti kita meninggalkan protokol kesehatan. “New Normal bukan berarti anda kembali ke keadaan sebelum ada corona. Tapi new normal adalah keadaan dimana kebiasaan-kebiasaan selama pandemi sudah kita anggap sebagai hal yang normal, menggunakan masker kemudian cuci tangan dan jaga jarak itu salah satu kebiasaan-kebiasaan di masa pandemi yang harus kita anggap sebagai keadaan normal,” pungkasnya(TEGUH EKAJA)

Posting Komentar

0 Komentar