Agus Setiawan S.E., seorang pengamat ekonomi Lumajang sekaligus sebagai pelaku ekonomi, kembali menyerukan soal transparansi dalam penyaluran bantuan sosial (Bansos). Pria muda yang juga memiliki julukan Sam Setiawan ini dalam beberapa komentarnya di media massa terutama di media Radio Semeru FM menekankan agar Organisasi Perangkat Daerah (OPD) juga berani open data.
“Jangan hanya pemerintah desa yang ditekan agar membuka data, OPD juga harus trasnparan,” ujarnya. Open data yang dimaksud Sam Setiawan adalah soal refocusing anggaran, guna penanganan penyebaran corona atau covid-19. “Berapa anggaran yang digunakan untuk penanggulangan covid-19, dibelanjakan apa saja dan siapa saja yang menerima bantuan haruslah jelas,” lanjutnya.
Open data dan transparansi penyaluran Bansos ini menurut Sam Setiawan, sangat membantu dalam perbaikan program kedepannya. Dengan open data maka masyarakat semakin yakin dengan apa yang dilakukan pemerintahnya. Masyarakat akan merasa nyaman dan terlindungi dengan kebijakan penganggaran Covid-19. Selain tahu berapa dana yang dianggarkan, juga akan diketahui dengan jelas peruntukkannya.
Dengan transparansi penyaluran Bansos, siapa pun bisa memantau sehingga Bansos tersebut tepat sasaran dan merata pada mereka yang berhak menerima. “Masyarakat bisa mengadu jika ada yang berhak menerima bantuan namun ternyata tidak menerima bantuan dan juga sebalikny, yang tidak berhak menerima justru menerima, ini bisa dilaporkan agar ada perbaikan data,” terangnya.
Namun ini menurutnya masih perlu adanya akses saluran pengaduan yang bisa diikuti dan dipantau publik. “Insyaallah ke depan akan tepat sasaran dan merata, jika pemerintah transaparan,” sambungnya.
Sam Setiawan mengapresiasi apa yang dilakukan Pemda Lumajang yang ‘ngoyok’ untuk segera mengucurkan dana BLT DD. Itu tandanya pemerintah ingin segera membereskan masalah dari dampak pandemi corona. Namun di sisi lain ia meyakini datanya masih acakadut. “Ini perlu segera dibuka akses pengaduan di desa agar bisa ada perbaikan data dan evaluasi perbaikan,” ujarnya.
DATA BERBASIS NIK
Menjawab pertanyaan adanya perbedaan data di masing masing kementerian terkait penduduk yang berhak menerima bantuan, Sam Setiawan menyebutkan bahwa seharusnya masing-masing kementerian menahan ego sektoralnya dan tidak jalan sendiri-sendiri.
“Pemerintahan Jokowi memutuskan data yang dipakai adalah data dari BPS. Ini perlu data yang terintregasi yakni berorientasi pada Nomor Induk Kependudukan (NIK), karena tidak mungkin ada NIK yang dobel. Data dari berbagai kementerian bisa dijadikan satu dengan dasar NIK tersebut,” ungkapnya. Dengan NIK ini ujarnya bisa mendeteksi siapa yang pantas mendapat bantuan dan siapa saja yang tidak.
Data mereka yang berhak menerima bantuan untuk di Lumajang ada di Dinas Sosial (Dinsos) sehingga Dinsos diharapkan mau membuka data tersebut ke publik. “Dinsos sempat mengatakan tidak akan serta merta membuka data tanpa ada permintaan resmi, namun ini sudah tidak berlaku lagi karena Presiden Jokowi sudah menyatakan data harus dibuka, karena tanpa tranparasi pendataan yang amburadul bisa membuat perselisihan di bawah,” tegas Sam Setiawan.
Berdasakan NIK, Dinsos bisa mengetahui siapa saja yang mendapat bantuan PKH, Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), bantuan BLT DD, BST Kemensos, bantuan Kartu Prakerja dan lain-lain. Karena itulah sesuai himbauan pemerintah pusat, menurut Setiawan, semua harus buka data dan membuka ruang untuk pihak ekternal supaya bisa memantau dan memverifikasi kebenaran data agar data benar-benar akurat. “Integrasikan data dan dileverykan ke desa agar desa lebih mudah dalam menelusuri akurasi dan melakukan perbaikan data,” ujarnya.
WARGA MISKIN BERTAMBAH
Pandemi covid adalah bencana nasional non alam. Kata Setiawan, pandemi covid ini efek ekonominya lebih berat dari efek krisis meneter (Krismon) tahun 97/98. Pandemi covid berakibat pada berhentinya aktivitas warga, padahal berhentinya aktivitas membuat ekonomi tidak berkembang.
Sam Setiawan menyebutkan bahwa pertumbuhuna ekonomi Indonesia sangat terguncang oleh pandemi covid-19 ini. Banyak angka peretumbuhan yang terkoreksi turun. Bahkan pemerintah menyatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal triwulan pertama 2,9%. Ini turun sekitar 2% dari tahun sebelumnya yang mencapai pertumbuhan 4,9%.
Akibat dari pandemi ini banyak warga yang rentan misikin jadi jatuh miskin. “Banyak pekerja yang dirumahkan dan inilah saatnya pemerintah berperan dengan memberi tambalan sosial, menjalankan program social safety net, memberikan bantuan kepada masyarakat baik yang terimbas langsung maupun tidak,” ujar Setiawan.
“Akibat covid-19 juga menekan tingkat konsumsi. Sebelumnya secara nasional Indonesia indeks konsumsinya 5% lebih, namun triwulan pertama tidak mencapai itu. Bahkan prediksi Menteri keuangan menyebutkan 0%,” sambung Setiawan.
Tingkat konsumsi masyarakat Ini masih tertolong dengan adanya solidarits sosial masyarakat. Adanya kolaborasi sosial pemerintah dengan masyarakat baik itu melibatkan LSM, organisasi kepemudaan, organisasi kemasyarakatan, patut diapresiasi. Solidaritas dan kolaborsi tersebut cukup berkontribusi memberi bantuan tingkat konsumsi.
Solidarits harus dipupuk agar tingkat konsumsi masyarakat terbantu dengan masih adanya pembelian beras, pembelian sembako dan lain-lain. Indek konsumsi masih tertolong sehingga perkembangan ekonomi masih bergerak dan tidak langsung nyungsep.
“Dulu tahun 98, menurut Bank Dunia yang membantu Indonesia pulih dari krisis 98 itu adalah usaha mikro kecil menengan (UMKM). Namun kini pandemi covid justru memukul UMKM secara langsung hingga UMKM lumpuh,” ujar Setiawan sambil menconotohkan UMKM kaki lima di pasar yang sangat jelas mengalami guncangan akibat pembatasan aktivitas masyarakat di era darurat corona.
Efeck pandemi ini merata hingga ke desa, karena itu perlu pemerataan bantuan sosial. Masyarakat miskin yang paling rentan, akibat dari keterbatasan ekonomi sehingga mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok.
Indeks kemiskinan menurut Setiawab bisa dibagi dalam dua kategori, yang pertama ada kemiskinan absolut yang tidak bisa keluar dari jurang kemiskinan jika tidak dibantu. Dan ada pula yang rentan miskin, mereka sendiri tidak mampu memenuhi kebutuhan pokoknya. “Mau gak mau harus dibantu masyarakat lainnya atau pemerintah untuk melanjutkan hidup,” ujarnya.
Kalangan inilah yang terpukul duluan dengan adanya pandem covid, bahkan sebelum adanya pandemi mereka juga tidak mampu memenuhi kebutuhan pokoknya. Pemerintah harus membantu lagi dan anggaran yang disiapkan pun harus berlebih karena yang dulu rentan miskin kini jadi jatuh miskin akibat pandemi, sehingga jumlah warga miskin semakin bertambah, termasuk yang sebelumnya kategori menengah akibat kena PHK atau masalah lain akhirnya masuk kategori miskin.
Angkatan kerja di Lumajang ada sekitar 540 ribu tenaga kerja. Mereka tersebar di berbagai sektor, terbanyak di sektor pertanian, industri dan jasa. “Ini perlu di-maping untuk mengetahui mana yang terpukul duluan dan pemerintah harus segera mengantisipasinya, minimal dengan cara memberi himbauan kepada pabrik atau usaha agar tidak mem-PHK karyawannya,” ungkap Setiawan.
Semakin banyaknya masyarakat yang tidak berdaya maka semakin banyak warga miskin yang harus dibantu. Sementara kekuatan dari swasta dan pemerintah sangat terbatas. Karena itu sudah saatnya semua sadar untuk bersatu padu memutus mata rantai penyebaran corona.
“Covid di Indonesia diperkirakan sampai Oktober. Saat ini pemerintah memulai tahapan perbaikan, dan kita dituntut hidup normal kembali meski harus berdampingan dengan covid,” ujar Setiawan.
Dalam situasi corona seperti ini muncul itilah new normal life, yakni hidup dengan kenormalan baru akibat pandemik coronavirus Covid-19. Kita harus beradaptasi dengan mengubah rutinitas. “Kita harus terbiasa memakai masker, perlindung muka, tidak lag bersalaman, tidak bercipika cipiki dan lain-lain yang harus kita jalani,” pungkasnya. (TEGUH EKAJA)
0 Komentar