AGUS SETIAWAN, SE: LUMAJANG PERLU KAWASAN EKONOMI KHUSUS (KEK) DAN PUSAT LOGISTIK DAERAH (PLD)



     Bupati Thoriqul Haq sudah merilis bahwa jalan tol akan segera dibangun yang menghubungkan Probolinggo ke Lumajang. Setelah nanti ada tol,  apa saja langkah berikutnya  yang akan dilakukan untuk lebih menggerakkan aktivitas ekonomi di Lumajang?
     Pertanyaan sekaligus pengingat bagi pemerintah daerah ini dilontarkan Agus Setiawan, SE, seorang pakar ekonomi yang juga pengusaha sukses Lumajang saat talkshow di Radio Semeru FM yang dipandu Hariyanto, S.Pd, Sabtu (6/6). Tema yang diusung adalah Strategi Menggerakkan UMKM di Era New Normal.
     Menurut Setiawan, saat ini harus sudah ada konsep yang menyertai pembangunan tol tersebut.  Setiawan mengaku sudah menyampaikan hal ini  ke Bupati Lumajang Cak Thoriq. “Minimal ada kawasan ekonomi khusus (KEK) di daerah utara  dekat dengan pintu tol,” ujar Setiawan.
     Konsep tersebut bisa ditawarkan ke investor,  sehingga usai jalan tol terbangun, di kawasan tersebut sudah ada kegiatan ekonomi yang terkonsep dengan baik. “Jangan sampai kalah dengan Probolinggo. Mereka  sudah merancang akan membangun kawasan ekonomi khusus dengan luas 2.000 hektar, yang langsung terhubung ke pelabuhan,” imbuhnya.
    Setiawan menegaskan,  tugas pemerintahan selain memberikan pelayanan publik, juga  menyejahterakan masyarakatnya dengan cara menjamin perekonomian berjalan dengan stabil dan selalu tumbuh positif. Salah satu yang bisa dilakukan adalah pengembangan usaha.
     Untuk itu semua pemerintah harus memberikan insentif, antara lain memperluas basis penerima pinjaman lunak dari pemerintah daerah. Jika pemerintah pusat bisa memberikan subsidi bunga,  maka pemerintah daerah bisa memperluas penerima pinjaman lunak.  “Jangan lupa untuk extra effort (berupaya keras). Jumlahnya harus diperbesar dan jangka waktunya juga dipikirkan, karena saat ini masih dalam kondisi menghadapi wabah corona,” ujar Setiawan.
     Selain memberikan pinjaman lunak pemerintah juga harus melakukan pengembangan sumber daya manusia. Pemerintah daerah mesti mempercepat pelatihan-pelatihan baik itu secara daring maupun secara langsung. Selain juga membantu masyarakat yang pengangguran untuk segera memperoleh kartu pra kerja untuk peningkatan skill dan lain-lainnya.

CLUSTER BISNIS
     Pemerintah daerah juga harus membangun jaringan usaha berbentuk cluster.  Seperti diketahui bahwa di Lumajang banyak industri besar dan 7%-nya langsung ke vendor-vendor. “Itu sepertinya hanya hubungan kontrak biasa. Sekarang mesti dikembangkan sistem cluster.  Apabila ada industri besar yang membangun industrinya di Lumajang,  segera dihubungkan dengan vendor dan UMKM yang ada di Lumajang,” terang Setiawan.
     Segala keperluan material kalau bisa diperoleh dari Lumajang,  dan bagaimana caranya harga-harga material-material yang mereka butuhkan itu bisa bersaing dengan luar daerah. Kemudian pemerintah harus membantu dari sisi marketing, mempersiapkan modul atau instrumen seperti marketplace.  Pemerintah daerah perlu membuat etalasenya Lumajang.
     “Saran saya setelah itu semua dilakukan, Lumajang membutuhkan pusat logistik daerah (PLD) yang bisa menjadi etalase produk-produk andalan Lumajang. Itu bisa jadi penghubung antara buyer (pembeli)  di luar Lumajang dengan masyarakat di Lumajang,” demikian saran Setiawan.
     Menurutnya penting bagaimana caranya industri besar terhubung kepada masyarakat Lumajang, sehingga material yang ada di Lumajang bisa diolah dan bisa diterima oleh pasar nasional maupun pasar internasional.
     Dalam pandangan Setiawan, pemerintah daerah melalui Dinas Perdagangan kurang gencar dalam membantu mempromosikan produk-produk Lumajang. Selain itu,  pemerintah daerah dinilai kurang bisa menghadirkan investor yang mau menanam dan mengembangkan modalnya di Lumajang. Pemerintah daerah juga terkesan ingin mengambil kebijakan yang tergesa-gesa,  bahkan kebijakan tersebut memperkecil peluang investor untuk mau hadir.
     Salah satu penyebab investor mengurungkan niatnya untuk masuk ke Lumajang adalah beberapa kebijakan yang kurang tegas terhadap pengusaha penunggak pajak. Beberapa jenis usaha dibiarkan menunggak pajak dan kemudian mendapat kelonggaran penundaan pembayaran dengan dilakukannya moratorium.
     “Contohnya di pertambangan pasir dan pabrik kayu. Padahal investor di bidang itu justru banyak yang mau masuk.  Tapi karena dimoratorium,  mereka tidak jadi masuk atau sebaliknya mereka tetap masuk tapi dengan cara illegal,” ungkap Setiawan.
     Ini menurut Setiawan harusnya ditindak tegas untuk jadi percontohan agar bisa menimbulkan efek jera atau efek getar ke yang lain. Dengan ketegasan ini, maka orang akan berfikir dua kali jika mau usaha yang ilegal di bidang apapun. “Mohon maaf bukannya kita nyinyir, itu salah satu tugas dari pemerintah daerah menjalankan pelayanan publik,” tegasnya.
     Setiawan menyebutkan jenis usaha pertambangan pasir dan kayu sangat menarik bagi investor, namum karena ada moratorium investor tersebut jadi enggan masuk.
     Selain menarik investor,  industri ini cukup bisa menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang sangat banyak. “Contoh, satu pabrik kayu bisa menyerap tenaga kerja ratusan orang,  dan kita kan tahu kalau di Lumajang banyak petani kayu, seperti kayu Sengon, kayu Albasia dan lain-lain,” ujarnya. Jikalau pabriknya tidak bertambah dalam 12 tahun ke depan, Setiawan mengkhawatirkan harga kayu akan makin hancur karena persaingan yang semakin ketat.
      “Harapan saya pemerintah bisa segera membuka jalan, kalau perlu mereka diarahkan ke satu lokasi cluster-cluster usaha di lokasi yang sama,” ujarnya sambil mengingatkan soal kawasan utara Lumajang yang dianggap potensial untuk dijadikan kawasan ekomoni khusus, apalagi dengan akan dibangunnya jalan tol.

PERMUDAH PERIZINAN

     Setiawan mengamati, proses perizinan usaha di Lumajang dianggap masih cukup sulit. Kebijakan perizinan cukup satu pintu masih belum berjalan dengan baik. Hal ini,  ungkap Setiawan,  bisa dilihat dengan banyaknya protes di media sosial yang mengeluhkan soal ribetnya mengurus izin  usaha di Lumajang.  Sebenarnya masalah perizinan ini adalah masalah lama yang memang sudah menahun.
     Beberapa tahun yang lalu untuk memperoleh izin usaha sangat susah,  sekarang pun kata Setiawan juga masih susah. "Sekarang tidak banyak orang tahu proses untuk menjadi pengusaha yang legal karena banyak tikus di Lumajang" ujarnya.
     “Tugas pemerintah untuk mempermudah perizinan, karena syarat untuk bisa mengembangkan UMKM atau usaha di suatu daerah yang pertama adalah mempermudah perizinan,” ujar Setiawan.
      Hal ini menurutnya supaya banyak pengusaha pemula yang bisa berkembang. Dengan mempermudah perizinan,  maka banyak investor yang akan masuk. 
     Pemerintah saat ini juga harus jemput bola dan mempermudah perizinan, “Kalau perlu dilakukan perizinan secara massal,”ujar Setiawan. Daripada banyak pengusaha yang ilegal yang kegiatan ekonominya tidak terpantau sehingga lepas dari kewajiban pajak.
     Setiawan mencontohkan tentang pengusaha pasir yang ilegal bahkan jumlahnya cukup banyak. “Sempat tercetus di beberapa diskusi itu mencapai 80 pengusaha pasir ilegal,” ungkapnya. Lebih banyak dari yang legal sekitar 50 an. Ini masih harus dimapping,  mana yang memang berusaha di lahan legal atau tidak.
     “Kalau mau saya jemput bola, melakukan perizinan secara massal dan beri mereka legalitas. Juga dibantu apa yang susah,  apa yang tidak bisa mereka dapatkan. Apa yang tidak bisa mereka lakukan dibantu, diasistensi oleh pemerintah,” ujar Setiawan.
     Untuk hal ini pemerintah bisa menyusun tim untuk percepatan perizinan. Dengan mereka diberikan legalitas,  otomatis mereka akan terhubung ke sistem di pemerintah daerah.  Mereka bisa memperoleh NPWP daerah,  sehingga punya kewajiban melaporkan SPT daerah. Dengan begitu pemerintah daerah bisa mengambil pajak.  “Kalau mereka masih belum dilegalkan,  maka pemerintah daerah mau mengambil pajaknya juga mikir-mikir,” katanya..
      Jemput bola sangat penting. Masalahnya kalau memang mereka tidak punya potensi untuk menjadi pengusaha yang legal,  maka perlu dibantu caranya. Mungkin mereka sebenarnya punya potensi jadi pengusaha yang legal, mereka perlu dipermudah dan dipercepat perizinannya. Terutama yang bergerak di sektor-sektor yang berdaya saing untuk jadi sumber penerimaan pajak daerah.
     “Contohnya pasir, hotel dan lain-lain, kalau pemerintah daerah tidak mau mempermudah perizinan ini akan susah.  Orang butuh makan, orang butuh memperoleh penghasilan, orang butuh kerja, kalau perizinan itu susah ya sudah ilegal saja," ungkapnya. Setiawan menambahkan jika percepatan perizinan mereka masih ilegal maka harus dilakukan penindakan tegas. Kata Setiawan  ini  harus dipikirkan pemerintah daerah Lumajang. Daripada mereka tetap ilegal,  sebaiknya dipermudah izinnya sehingga bisa ditarik pajaknya dan bisa menggiatkan iklim bisnis di Lumajang. (TEGUH EKAJA)

Posting Komentar

0 Komentar