AGUS SETIAWAN, SE: HINDARI 8 FAKTOR KEGAGALAN DALAM BERBISNIS



     Setiap hari Sabtu pagi mulai pukul 07.30 sd 09.30 WIB, Agus Setiawan, SE, seorang pakar ekonomi yang juga pengusaha sukses Lumajang,  hadir secara rutin menyapa warga Lumajang melalui siaran langsung di Radio Semeru FM, akun facebook Radio Semeru FM Lumajang, dan akun facebook Tongkrongan Arek-Arek Lumajang (TAAL). Ia membahas isu-isu ekonomi aktual, kadang juga menyerempet ke isu politik, sosial, dan hukum.
     Pada talkshow yang dipandu Hariyanto, S.Pd, Sabtu (6/6), Setiawan membahas tema: Strategi Menggerakkan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Tengah Corona. Dari ulasan dan paparannya yang cukup panjang, disertai banyak pertanyaan dari pendengar, Setiawan membagi tips sekaligus mengingatkan pentingnya memperhatikan 8 faktor yang bisa menjerumuskan kehancuran dalam berusaha atau berbisnis.
     Ia mencatat 8 faktor itu berdasarkan hasil perenungannya setelah 10 tahun pernah bekerja di Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan;  konsultan keuangan dan manajemen perusahaan, pengalamannya dalam memimpin perusahaan,  hingga kajian-kajian teori ekonomi dan bisnis yang ia pelajari.
       “Ada beberapa faktor penyebab kegagalan dalam berbisnis,” ungkapnya.  Kegagalan itu seringkali membuat susahnya usaha berkategori UMKM untuk bisa naik kelas ke kategori usaha yang lebih besar. “Banyak temen-temen pengusaha muda yang sering mengalami kegagalan, termasuk saya juga berulang kali mengalami kegagalan,  dan biasanya penyebabnya di antara ada delapan hal yang sudah saya rangkum.” ujarnya.

DARI SALAH MEMILIH KERJASAMA DENGAN ORANG LAIN HINGGA BANYAK GAYA

     Yang pertama, dalam berbisnis harus bekerja sama dengan orang, namun yang menyebabkan kegagalan biasanya adalah bekerja sama dengan orang yang salah. Ini yang paling sering terdengar,  di mana-mana orang bangkrut karena ditipu teman atau orang lain.  “Mulai sekarang kalau kita ingin berbisnis dan memiliki partner atau rekan untuk berbisnis,  pastikan partner bisnis kita itu mempunyai visi dan misi yang sama, dan jangan lupa lakukan background checking terhadap yang bersangkutan,” ujarnya.
     Kalau calon partner pernah mengalami persoalan keuangan dengan orang lain, maka ia menyarankan harus hati-hati dan sebisa mungkin mencari yang tidak pernah memiliki track record yang kurang baik di bidang keuangan. 
     Faktor yang kedua yang menyebabkan bisnis gagal atau tidak berkembang adalah karena tidak memperluas jaringan. Harusnya pengusaha membangun jaringan, minimal berkenalan dengan pengusaha yang bergerak di bidang yang sama. “Kalau misal kita jualan kacamata, ya kita harus kenal dengan temen-temen penjual kacamata supaya kita update, mendapat banyak informasi, dapat banyak peluang yang mungkin bisa kita garap,” ujarnya.
     Selain membangun jaringan dengan sesama pengusaha sejenis, Setiawan juga menganjurkan menjalin komunikasi dengan para pengusaha yang lain. Jaringan ini penting untuk memperluas network dan memperluas marketing,  juga memudahkan untuk mendapatkan bahan baku. “Oleh karena itu bangun jaringan, cari hubungan,  jangan hanya puas dengan keadaan yang sekarang,” jelasnya.
     Faktor kegagalan yang ketiga biasanya berinvestasi besar tapi kurang memahami usaha yang digeluti. Maka harusnya lakukan analisa dulu prospek bisnisnya, kemudian pahami model bisnisnya dan barulah berinvestasi. “Saya sudah pernah mengalami hal tersebut, karena rayuan manis dengan hasil yang bagus langsung berinvestasi, akibatnya bisnis tersebut gagal,” ujar Setiawan.
     “Makanya sekarang teman-teman semua jangan sampai mengalami hal yang sama, benar-benar belajarlah dulu dan pahami skema bisnisnya, pahami konsepnya, model bisnisnya seperti apa baru anda melakukan investasi,” imbuhnya.
     Faktor keempat yang membuat bisnis gagal adalah terlalu berhati-hati sehingga semua dikerjakan sendiri atau one man show. Ini yang membuat bisnis tidak bisa naik kelas karena kapasitas pribadi itu terbatas. “Kadang kita takut uang kita hilang sehingga semua kita lakukan sendiri.  Kalua kita ingin naik kelas,  kita harus membiasakan diri percaya pada orang,  namun tentunya harus background checking,” ujarnya.    
     Pengusaha harus bisa percaya dengan orang lain yang sudah jelas backgroundnya untuk membangun tim yang kuat. Semua jenis usaha apapun,  baik kecil maupun besar menurut Setiawan harus memiliki tim yang kuat.  Kalau tidak memiliki tim yang kuat,  tidak akan bisa berhasil.
     “Begitu ada persaingan mulai meningkat, kita pasti collapse nanti. Karena itu bangun tim yang kuat, berikan pembagian kewenangan atau distribusi kewenangan ke bagian-bagian yang memang expert di bidangnya,” terangnya.
     Setiawan mencontohkan untuk bidang keuangan,  kalau bisa merekrut tenaga akunting, poin utama adalah tim. Kalau tim tidak kuat,  industri atau bisnis pasti tidak bisa maju.
     Faktor yang kelima adalah tidak disiplin dalam pengelolaan keuangan. Tidak melakukan pembukuan yang benar,  sehingga antara uang  modal usaha dan uang pribadi tercampur. Ini sering terjadi pada ibu-ibu atau pengusaha pemula yang terlalu konsumtif, tidak bisa membedakan antara keuangan usaha dengan keuangan pribadi, semua dijadikan satu.
     “Biasakan kalau kita jualan,  kemudian ingin ambil  barang yang kita jual, maka kita harus membayar atas barang yang kita ambil itu.  Begitu pula saudara kita, anak kita atau orang tua kita,  biasakan membayar jika mengambil barang jualan. Jadi harus dibedakan antara usaha dan pribadi,” terang Setiawan.
     Faktor keenam yang menyebabkan kegagalan bisnis yakni terlalu optimis melihat semuanya menjadi peluang emas,  sehingga melakukan banyak hal di waktu yang bersamaan. Membuat usaha dalam waktu yang bersamaan. “Ini keliru, harusnya kita perkuat dulu bisnis sekitar kita. Perkuat dulu sampai benar-benar stabil. Kalau bisa diremote dari jauh,  artinya kita tidak terlalu memforsir waktu kita di sana. Setelah itu baru kita memikirkan usaha yang lain,” jelas Setiawan.
     Jika membangun usaha baru sementara satu usaha belum kuat,  maka konsentrasi akan terbagi.  Akhirnya jika ada permasalahan, maka semua akan terimbas. “Misal kita bisnis perdagangan, ya kita perkuat dulu bisnis perdagangannya hingga bisa stabil, sehingga bisa kita remote dari jauh dan bisa berjalan sendiri, baru kita memulai membuka usaha yang lain,” ungkapnya.
     Yang ke tujuh adalah terlalu takut gagal hingga terlalu berhati-hati, tidak mau mengambil resiko untuk berbisins. Maka harus cepat mengambil keputusan dan kadang-kadang harus mengambil keputusan yang beresiko. Itu menurutnya tidak apa-apa karena  kegagalan jangan sampai menghalangi untuk maju.
     Biasanya orang yang memulai bisnis pasti sering mengalami kegagalan, ditipu orang, salah memutuskan. Ini adalah bentuk latihan.  Menurut Setiawan,  kegagalan adalah one step menuju keberhasilan. “Anggap saja uang sekolah, terus maju ambil keputusan dengan melalui riset yang baik dan bangun tim yang baik, terlalu takut juga tidak baik,” ujarnya.

 LEBIH BAIK BANYAK SEDEKAH DARIPADA BANYAK GAYA

     Faktor yang kedelapan penyebab kegagalan bisnis adalah banyak gaya!. Kecenderungan pengusaha muda begitu mendapatkan uang sedikit langsung banyak gaya. Setiawan mencontohkan, misalnya ada  kontraktor yang baru menerima proyek 100 - 200 juta sudah bergaya ke tempat tempat karaoke, mabuk, perjudian, selingkuh, pacaran lagi, dan lainnya.  Inilah yang menurut Setiawan membuat usaha mendekati pintu kegagalan.
      “Tahan diri dululah, kalau ingin bersenang-senang arahkan yang baik-baik.  Kalau tidak membatasi diri dari godaan hidup, maka sebesar apa pun usaha kita pasti gagal,” serunya.
     Selain menganjurkan untuk tidak terlalu banyak gaya, ia juga mengingatkan agar tetap rendah hati. Boleh menikmati hasil usaha,  namun tidak boleh berlebihan hingga bersikap hedonis. “Daripada banyak gaya, lebih baik kita banyak sedekah,” pungkasnya.
     Delapan faktor penyebab kegagalan dalam berbisnis tersebut diakui Setaiawan sebagai catatannya dalam berbisnis. Setiap kali mengalami kegagalan, Setiawan melakukan evaluasi baginya agar untuk selanjutnya bisa lebih berhati-hati dalam berbisnis.(TEGUH EKAJA)

Posting Komentar

0 Komentar