DAMPAK CORONA, HARUS SIAP HADAPI KRISIS EKONOMI


      Wabah penyakit corona (Covid-19) telah membuat semua sektor kehidupan tertekan, termasuk tentu saja bidang ekonomi. Oleh karena itu, dalam situasi seperti ini, masyarakat harus siap menghadapi krisis ekonomi, berhitung dengan cermat setiap rupiah yang dikeluarkan. Hindari membeli barang-barang yang tidak perlu. Prioritaskan untuk memenuhi kebutuhan pangan, karena kita tidak tahu pasti kapan wabah ini akan berakhir.
      Pakar ekonomi yang juga tokoh pengusaha muda Lumajang, Agus Setiawan, SE, menegaskan hal itu saat menjadi narasumber dialog interaktif (talkshow) di Radio Semeru FM, Sabtu (2/5) lalu. Acara ini dipandu penyiar Hariyanto, S.Pd. Dialog kali ini mengusung tema Bersiap Hadapi Krisis Ekonomi.
      Setiawan mengingatkan, semua pihak baik dari jajaran birokrasi pemerintahan, pengusaha, pekerja, hingga berbagai elemen masyarakat lain termasuk yang paling kecil dalam lingkup keluarga, agar sejak dini melakukan antisipasi terhadap krisis ekonomi ini. Ia mengingatkan kepada kepala keluarga agar menghitung kira-kira butuh dana darurat berapa hingga berakhirnya corona.
      “Bagi yang kehilangan pekerjaan, harus mencari kerja atau mencari alternatif usaha lain, seperti jual makanan melalui facebook, WA atau lain-lain. Jika masih punya tabungan harus dihemat, saving dan persiapkan dana darurat. Jangan konsumtif, mengurangi belanja yang tidak diperlukan,” jelasnya. Setiawan memberi saran kepada warga Lumajang agar tidak malu menjual barang yang dimiliki demi kelangsungan hidup, kencangkan ikat pinggang dan kurangi sikap konsumtif .
      Jika semua upaya sudah mentok, maka Setiawan menganjurkan menghubungi RT dan RW serta     Kepala Desa untuk segera mendapat bantuan dari pemerintah. Bantuan yang dimaksud yakni bantuan sosial, program bantuan pra kerja dan lain-lain, karena saat ini semua tidak bisa berjalan sendirian. Semua harus berkolaborasi mulai dari pemerintah, swasta ataupun masyarakat umum.
      “Kita semua memang harus bersiap diri, menjalani dan melewati krisis akibat corona ini. Resesi Indonesia sudah tidak bisa dihindari lagi, maka bagi yang saat ini punya perhiasan bisa digadaikan. Jangan menyimpan barang yang nanti justru sulit kita jual. Jangan terlalu menggantungkan kepada pemerintah karena daya upaya pemerintah ada batasnya,” jelentrehnya.
      Setiap keluarga harus bisa menghitung dengan cermat kebutuhan hidupnya selama 3 hingga 6 bulan ke depan, karena prediksi perekonomian akan sulit dan kemungkinan besar tingkat kemisikinan akan meningkat hingga 3 persen.
      Setiawan melanjutkan, sesuai prediksi WHO kemungkinan corona akan berlangsung hingga 8 bulan, ini berarti hingga awal tahun depan. Namun ada juga prediksi optimis bahwa corono di Indonesia sesuai hitungan kurva dari para ilmuwan di Universitas Teknologi dan Desain Singapura menyebutkan puncak corona ada pada bulan Mei ini dan diperkirakan berakhir pada bulan Juni.   Rentang waktu inilah yang bisa dipakai acuan untuk mengantisipasi kondisi krisis ekonomi.
      “Seberapa lama kita bisa lepas dari krisis ini, ya kita harus lepas dulu dari wabah corona. Kuncinya adalah disiplin dalam mentaati aturan social distancing, physical distancing atau protocol pencegahan corona lainnya seperti mencuci tangan dengan sabun di air mengalir, memakai masker dan lain-lain,” terangnya.
      Dicontohkan untuk wabah yang terjadi di Wuhan dan Vietnam sudah membuka lockdownnya karena rakyatnya disiplin mengikuti aturan pemerintah. “Maka Indonesia kalau ingin cepat melalui ini semua ayo kita disiplin,” serunya.
      “Wabah ini cepat atau lambatnya tergantung kepada kita semua. Kalau kita disiplin mengikuti protokol, maka corona akan berlalu cepat. Namun, jika kita mengabaikannya, maka corona akan menyertai kita hingga tahun depan. Karena itu jangan memel, jangan mbandel,” sarannya.
Sebagai pengamat ekonomi, Setiawan lebih berkontribusi pada pemikiran. Ia menempatkan diri sebagai partner berpikir bagi pemerintah daerah agar semua program yang dijalankan benar-benar yang diperlukan dan mengena pada inti persoalan.

RESESI EKONOMI
     Apakah saat ini Indonesia atau bahkan dunia sedang mengalami resesi ekonomi? Berikut penjelasan   Agus Setiawan yang disampaikan dalam sebuah dialog pada acara program Ngopi Bareng Setiawam  di Radio Semeru FM. Setiawan tidak serta merta menyatakan iya atas pertanyaan itu. Ia lebih dulu  menjelaskan secara sederhana pengertian resesi dan inflasi. Menurutnya suatu negara dianggap  mengalami resesi apabila pertumbuhan ekonominya minus atau mengalami kontraksi.
      Ia mencontohkan Indonesia yang biasanya mengalami pertumbuhan ekonomi sebesar 5%, sekarang diprediksi cuma 4% atau bahkan kurang. Sementara itu yang dimaksud inflasi yakni ketika harga-harga barang naik, terutama untuk 14 bahan makanan pokok.
       Resesi atau krisis ekonomi yang dialami suatu negara bisa dilihat dari penurunan aktivitas ekonomi dari beberapa sektor. Contoh dengan mewabahnya virus corona, berakibat pada terhambatnya lalu lintas barang dan aktitivitas manusia.
      Kebijakan lockdown atau pun pembatasan gerak manusia di suatau wilayah, stay at home, work from home dan lain-lain menyebabkan terbatasnya aktivitad masyarakat termasuk di bidang ekonomi.   “Semakin banyak aktivitas publik, semakin banyak pula kebutuhan baik itu jasa, barang, tranportasi, dan lainnnya. Sehingga ketika aktivitas orang tidak dibatasi, maka ekonomi akan berkembang, begitu pula sebaliknya,” ujar Setiawan.
      Corona telah mempertegas kondisi krisis dengan meningkatnya jumlah pengangguran. Banyak sektor usaha yang drop, maka banyak pekerja yang dirumahkan. Turunnya penghasilan masyarakat, dan daya beli turun. Dengan kondisi seperti ini maka dipastikan pertumbuhan ekonomi bakal terlambat.
      Menyinggung soal pertumbuhan ekonomi Indonesia, Setiawan menyebutkan bahwa pada kuartal pertama pertumbuhan ekonomi Indonesia masih bisa tembus 4%, karena Indoneisa masih memiliki momentum pertumbuhan ekonomi di Januari, Februari dan Maret, sementara pembatasan sosial bersakala besar (PSBB) baru dijalankan mulai April, sehingga di kuartal kedua atau semester kedua prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia mulai turun. “Paling banter bisa tumbuh 2% itu sudah bagus,” ujarnya.
      Setiawan menyatakan bahhwa sesuai dengan yang diungkap IMF, memang saat ini adalah masa memasuki resesi dunia termasuk Indonesia juga mengalaminya. Perkiraan pertumbuhan ekonomi di masa resesi ini memang sangat sulit, bahkan ada yang lebih parah lagi pertumbuhan ekonomi yang ternyata jauh dibawah prediksi.
      Ia mencontohkan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat yang semula diperkirakan 3% penurunannya ternyata anjlok hingga 4% lebih. China yang pertumbuhan ekonominya nomor 2 di G20 di bawah India, ternyata drop hingga 6,8%. Fakta ini tentunya berpengaruh juga pada perekonomian Indonesia, mengingat ekspor Indonesia lebih banyak ke Amerika dan China. Maka jika pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai 2% itu menurutnya sudah bagus.
      Tanda -tanda terjadinya krisis juga bisa dilihat pada indeks konsumsi rumah tangga yang turun. Jika biasanya di atas 5%, sekarang mungkin tercatat 4%. Ketika konsumsi turun berarti daya beli masyarakat terganggu, belum lagi angka pengangguran yang meningkat. “Kemarin Kemenaker menyampaikan jumlah pengangguran sudah mencapai ratusan ribu, dan beberapa bulan kedepan bisa menjadi jutaan pengangguran,” ujar Setiawan khawatir.
      Selain itu juga terdapat fakta bahwa inflasi tercatat 2% lebih dan juga ada peningkatan data warga miskin. Jika dilihat dari sisi pemerintah, bisa dilihat dari sektor penerimaan pajak. Diprediksi penerimaan pajak Indonesia mengalami shortfall hingga 300-400 triliun. “Ini tanda-tanda dunia usaha sedang lesu, indeks manufaktur pun turun. Semua ini adalah tanda-tanda nyata adanya krisis ekonomi,” ujarnya.
      Krisis ekonomi kali ini sangat berbeda dengan krisis ekonomi di tahun-tahun lalu. Krisis moneter atau krismon 1998 atau 2008 tidak membuat pergerakan manusia dibatasi. Namun kali ini terpaksa ada pembatasan gerak manusia karena corona mudah ditularkan dari manusia kemanusia, sehingga cara yang efektif untuk mencegah penyebaran corona adalah dengan melakukan pembatasan gerak manusia. Dengan adanya pembatasan gerak ini jelas berpengaruh kepada seluruh aktivitas ekonomi. Akibatnya krisis saat ini melanda semua lapisan masyarakat mulai dari kalangan bawah hingga kalangan atas.
      Menurut perkiraan para ahli, Indonesia baru bisa terlepas dari corona sekitar bulan Juli tahun ini jika rakyatnya disiplin. Maka diharapkan pada bulan Agustus, September hingga Oktober Indonesia sudah bisa mulai recovery. “Tidak hanya pemerintah, kita dalam rumah tangga juga harus sudah memperhitungkan paling tidak ada dana cadangan hingga 6 bulan ke depan,” ujar setiawan sambil mengingatkan kembali yang harus diantisipasi oleh keluarga.

TRANSPARASI BANTUAN SOSIAL
      Dengan diketahui hitungan berakhirnya corona, maka Pemerintah Pusat hingga Pemerintah Daerah harus melakukan langkah darurat dengan berbagai insentif kepada pelaku ekonomi, stimulus keuangan dan juga bantuan sosial kepada masyarakat.
      “Mengenai bantuan, kita tidak bisa mengandalkan bantuan pemerintah yang butuh waktu hingga 2 bulan untuk relokasi anggaran dan segala macam persyaratannya. Satu-satunya harapan yakni bantuan dari pihak swasta, namun ini pun juga ada batasnya karena cash flow pihak swasta juga terbatas,” ujarnya.
       Hal ini perlu segera diantisipasi sejak dini oleh pemerintah sehingga ketika nafas bantuan dari pihak swasta mulai berkurang, maka pemerintah harus leading dengan meluncurkan program bantuannya.
      Leading sektor menghadapi wabah corona adalah pemerintah. Pemerintah tidak bisa mengandalkan sumbangan karena sumbangan masyarakat dan perusahaan swasta sifatnya terbatas. Swasta juga butuh cash flow untuk antisipasi hinga 6 bulan. Karena itu Presiden RI telah memerintahkan kepada seluruh tingkatan pemerintahan untuk melakukan refocusing anggaran untuk menghadapi wabah corona ini, termasuk Pemeritah Daerah Lumajang.
      Lumajang sendiri harus transparan dalam menyiapkan anggaran, berapa anggaran dan untuk apa saja belanjanya. Setiawan mendengar ada dana tidak terduga dan sudah dibelanjakan hampir 2 miliar. “Dana ini sepertinya tidak terlihat peruntukannya. Bentuk pembelanjaan yang terlihat hanya gentong cuci tangan dan masker yang jumlahnya tidak seberapa,” kritik Setiawan.
       Ia membandingkan dengan bantuan beras dari potongan gaji ASN dan Baznas yang justru tampak ujud nyatanya. “Supaya masyarakat tidak bertanya-tanya, maka Bupati harus belajar ke Pemerintah Desa yang sekarang berani membuka data penerima bantuan BLT DD. Kalau Bupati bisa memaksa Pemerintah Desa untuk membuka data, maka paksa juga birokrasi di bawahnya untuk membuka data, contoh data realisasi anggaran, data APBD, data dari hasil refocusing anggaran berapa, yang digunakan untuk belanja kesehatan berapa, belanja beras dan lain-lain berapa,” ujar Setiawan.
      “Jangan seperti sekarang angkanya tidak jelas. Dalam kondisi sekarang butuh kejelasan angka sehingga tidak menimbulkan kecemasan masyarakat. Supaya masyarakat merasa pemerintah memang sudah siap menangani darurat corona,” sambungnya.
      Setiawan mencontohkan apa yang disampaikan Pemerintah Jember yang akan menggelontorkan anggaran Rp 400 milar untuk menghadapi covid-19. Apa yang disampaikan Pemerintah Jember ini menurutnya sedikit meredam kecemasan masyarakat yang beranggapan pemerintahnya serius meski itu sulit terealisasi. “Pemda Lumajang tidak bisa hanya diam. Yang dikemukakan hanya program ngeramut tonggo dan BLT DD, lalu dari pemerintah sendiri apa?,” tukasnya.
      Angka-angka itu harus dipublish oleh pemerintah terutama Pemerintah Daerah agar masyarakat percaya jika pemerintahanya siap. Menurut Setiawan, jika pemerintahnya tidak terdengar melakukan apa-apa maka masyarakat bisa cemas, “Jika rakyat cemas, maka bisa menurunkan imunitas tubuh yang tentunya sangat berbahaya di situasi darurat corona seperti ini,”ujarnya.

RECOVERY EKONOMI
      Berulang kali Setiawan menyebutkan bahwa pertanian di Lumajang perlu mendapat insentif, karena menurutnya lebih dari 34% masyarakat Lumajang tergantung kepada pertanian. Pertanian di Lumajang paling banyak menyedot tenaga kerja, dan tenaga kerja yang dibutuhkan pun bukan yang well educated atau tidak membutuhkan tenaga kerja yang berpendidikan tinggi, termasuk bidang pertambangan.
      Kedua bidang ini perlu diberi insentif. Seperti pertanian bisa diberi subsisdi pupuk untuk persiapan panen raya sehingga tidak hanya mengandalkan program dari pusat. Ada jaminan penjualan produk pertanian. Diharapkan Pemerintah Daerah bisa memperbesar serapan hasil pertanian agar ada jaminan sehingga petani tidak gusar.
      “Sudah bertani susah, modal sendiri, pupuk susah, eh ketika mau jual harga murah dan ini bisa dikuasai oleh tengkulak,” ujar Setiawan. Karena itu menurutnya pemerintah harus hadir untuk memberi insentif dan melindungi petani. “Di masa corona petani harus menjadi primadona,” lanjutnya.
      Pemerintah harus bisa kontrol harga di pasar, namun Setiawan juga mengakui jika pemerintah tidak bisa menentukan atau mewajibkan pasang sejumlah harga karena harga diserahkan ke mekanisme pasar. Bulog yang dulu diberi perintah oleh Presiden sebagai kontroler namun pada tahun 2017 sudah melepaskan fungsinya, dan kapasitas stok berasnya minim hanya 14 persen dari kebutuhan nasional.
      Akibatnya harga beras dikontrol oleh swasta atau pengusaha tertentu yang bisa jadi melakukan penimbunan. Jika pengusaha besar melakukan penimbunan barang maka berakibat pada langkanya barang di pasaran. Ini berakibat harga mahal. Curangnya lagi, waktu ada panen raya, berasnya dikeluarkan sehingga harga padi murah dan pengusaha serta tengkulak bisa mengambil harga murah dari petani.
      Untuk memerangi permainan pengusaha dan tengkulak seperti ini, menurut Setiawan pemerintah harus sering sidak atau inspeksi mendadak, kalau bisa memanfaatkan satgas pangan dari TNI dan Polri, sehingga tidak ada pengusaha nakal yang menimbun barang .
      Setiawan menceritakan adanya pengusaha yang menimbun bawang putih, dan ketika dipaksa keluar ke pasar akhirnya harga turun juga. Ini bukti bahwa penimbunan barang sangat berpengaruh kepada harga barang tersebut. Karena itulan pemerintah harus memastikan barang selalu tersedia atau ada di pasar agar tidak ada permainan harga.(TEGUH EKAJA)

Posting Komentar

0 Komentar