Lumajang, Suara Semeru - Berawal dari kepedulian terhadap anak-anak berkebutuhan khusus (ABK), layanan intervensi BINAR yang ada di Jalan Singo Joyo, Desa Klanting, Kecamatan Sukodono, kini terus mengepakkan sayapnya. Tak hanya menjadi pusat terapi bagi penyandang disabilitas, BINAR telah bertransformasi menjadi wadah stimulasi tumbuh kembang semua anak. Termasuk anak “tipikal” atau non-disabilitas.
Kepala Layanan BINAR, Erika Yunia wandra, M.Pd,
menyampaikan, seiring berjalannya waktu, kesadaran masyarakat akan pentingnya
stimulasi dini semakin meningkat. Menurutnya, sebagai lembaga berbasis
pendidikan, mereka hanya menangani 2 klasifikasi kasus, yakni mampu didik dan
mampu latih. Hal itu dilakukan karena keterbatasannya dalam menangani kasus.
“Konsep awal kami memang khusus untuk ABK. Namun, ternyata
banyak orang tua anak tipikal yang juga membutuhkan bantuan untuk stimulasi
motorik, sensori, dan aspek perkembangan lainnya, agar tumbuh kembang anak
lebih optimal,” ungkapnya di tengah kegiatan hari ulang tahun Binar yang ke 6
tahun, Minggu 21 Desember 2025.
Ia menambahkan, bahwa dalam praktiknya, BINAR menggabungkan
dua pendekatan psikologis, berupa humanistik dan behavioristik. Pendekatan
humanistik diterapkan untuk menerima dan memahami bahwa setiap anak memiliki
kebutuhan yang unik dan beragam. Sementara, untuk tindakan atau treatment,
mereka menggunakan pola behavioristik.
“Misalnya, membiasakan anak untuk tertib, menaruh tas pada
tempatnya, dan hal-hal sederhana lainnya. Ini bukan hanya untuk ABK, tapi prinsip
kehidupan yang bisa diterapkan pada semua anak. Jika hasil asesmen masuk
kategori mampu rawat, artinya kondisi hambatan menyeluruh sehingga hanya bisa
dirawat sepenuhnya oleh orang tua. Maka kami akan mengembalikannya ke keluarga.
Namun, kami tetap memberikan saran dan penguatan agar orang tua bisa merawat
anak dengan lebih baik di rumah,” tambahnya.
Tantangan terbesar yang dihadapinya selama ini adalah
bagaimana membangun kesadaran orang tua di rumah. Pihaknya menekankan bahwa
terapi tidak akan maksimal jika hanya mengandalkan pertemuan satu jam di
lembaga tanpa adanya kelanjutan di rumah.
”Kami selalu berdiskusi dengan orang tua setelah sesi
selesai. Kami ingatkan bahwa perkembangan anak butuh kerja sama. Orang tua
jangan hanya ‘pasrah’ karena sudah membayar, tapi harus ikut terlibat dalam
stimulasi dan menjaga pola makan atau diet anak jika diperlukan,” tegasnya.
Kepercayaan masyarakat terhadap BINAR terlihat dari
pertumbuhan jumlah siswa dan tenaga pengajarnya. Awalnya, mentornya hanya ada 4
orang di tahun 2020 yang kini meningkat jadi 16 orang. Sekarang ini baru
sekitar 90an anak dan di tahun 2026 mendatang, jumlah anak yang ditangani
diprediksi ada 105 yang sudah mendaftar.
Hal senada juga disampaikan Ketua Yayasan Binar Terpadu
Indonesia, Haryanto, S.Pd, jika BINAR Terpadu terus menjadi rumah harapan,
bukan hanya sebagai tempat anak-anak diterapi melainkan juga dihargai sebagai
manusia seutuhnya.
“Kita, BINAR Terpadu berkomitmen untuk terus menyalakan
cahaya harapan, agar tidak ada satupun anak yang tertinggal. Dengan semangat
inklusifitas, keberlanjutan dan kemanusiaan tentunya,” pungkasnya. (yon)

0 Komentar