Lumajang, Suara Semeru - Bupati Lumajang, Ir. Indah Amperawati, M.Si, menanggapi keras narasi yang menyamakan kehidupan di pesantren dengan praktik perbudakan.
Dalam pidatonya, Bupati yang akrab disapa Bunda Indah itu
menyebut pandangan tersebut sebagai kekeliruan besar dan gagal paham tentang
esensi pendidikan di lingkungan pondok pesantren.
Bunda Indah menjelaskan, perbudakan merupakan kondisi
hilangnya kebebasan. Dimana seseorang dipaksa bekerja tanpa martabat dan upah.
Filosofi pesantren selama ini justru berkebalikan seratus
delapan puluh derajat.
“Pesantren adalah tempat tumbuhnya kerelaan dan kesadaran,
bukan tempat pemaksaan,” ujar Bunda Indah, pada upacara peringatan Hari Santri
Nasional 2025, Rabu, 22 Oktober 2025.
Ia menekankan, aktivitas santri, seperti mencuci piring atau
membersihkan masjid, bukan dilakukan atas dasar paksaan atau karena rasa takut.
Melainkan hasil dari kesadaran yang dijiwai oleh adab dan kecintaan terhadap
ilmu.
"Bila perbudakan mematikan hati, sedangkan adab
menghidupkan nurani. Adab itu tumbuh dari kesadaran seorang santri,"
terangnya.
Menurutnya, pesantren meskipun terlihat keras dari luar,
namun sarat akan kasih sayang dan kelembutan.“Sesungguhnya, pesantren justru
meninggikan martabat manusia, bukan merendahkannya,” tegasnya.
Di akhir pidato, Bunda Indah menyatakan komitmen pemerintah
daerah untuk mendukung penuh pesantren sebagai benteng moral bangsa, salah
satunya melalui penerbitan peraturan daerah. (har)

0 Komentar