AGUS SETIAWAN: LUMAJANG PERLU MEMILIKI KAWASAN EKONOMI KHUSUS (KEK) UNTUK MEMPERCEPAT PEMERATAAN EKONOMI


      Tanggal 17 Agustus 2020, kemerdekaan RI memasuki usia yang ke 75. Agus Setiawan, pakar ekonomi yang menjadi narasumber talkshow di Radio Semeru FM dalam program Ngopi Pagi yang dipandu Hariyanto,S.Pd, Sabtu (15/8), mengungkapkan bahwa selama 75 tahun Indonesia merdeka, yang belum mampu diwujudkan bangsa kita adalah pemerataan pembangunan dan pemerataan kesejahteraan.
      “Ketimpangan masih terjadi, karena itu ke depan tentunya Indonesia harus fokus pada pemerataan pembangunan, pemerataan kesejahteraan, dan mengurangi ketimpangan,” ujar Agus Setiawan yang juga Ketua MPC Pemuda Pancasila Kabupaten Lumajang. Ia menjadi narasumber tunggal dengan tema Pemuda Pancasila dan Refleksi HUT Kemerdekaan RI ke 75.
      Menurut Setiawan, Indonesia harus mampu menjadi bangsa yang kompetitif di kawasannya, karena pesaingnya beberapa negara di Asia Tenggara sekarang sangat maju. Mereka mendobrak kebuntuan investasi sehingga mereka menjadi primadona, seperti Thailand, Vietnam, dan Filipina.
      “Sementara Indonesia dengan berbagai gejolak sosial politiknya, membuat investor berpikir dua kali untuk masuk,” ujar Setiawan. Susahnya lagi ketika ada investasi yang masuk disambut dengan protes, ada penolakan, dan lain-lain.
      Tahun 2030 Indonesia akan mengalami bonus demografi, yaitu jumlah penduduk usai produktif (15-64) lebih tinggi daripada yang berusia tidak produktif (di bawah 15 tahun dan di atas 64 tahun). Tentu dengan fakta ini sebenarnya akan sangat menguntungkan Indoneisa. Namun kalau melihat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang di bawah rata-rata atau rendah, maka dikhawatirkan terjadi sebaliknya karena bonus demografi ini tidak bisa dimanfaatkan.
      Ini menurut Setiawan sangat berbahaya karena ke depan banyak angkatan kerja yang nganggur jika tidak bisa dimanfaatkan. Hal yang sama juga akan terjadi di Lumajang, pemerataan pembangunan telah berbeda mulai kawasan timur, barat, selatan, apalagi di kawasan utara. “Apalagi juga ada pergolakan sosial, kultural, seperti penolakan penambangan dan lain-lain, hal ini perlu diselesaikan,” ungkapnya.
      Kita syukuri Indonesia telah merdeka selama 75 tahun, namun menurut Setiawan tantangan kita masih banyak yang perlu ditaklukkan. “Pahlawan kita dulu sudah berperang dengan peluru, dengan meriam, sekarang waktunya kita berjuang dengan peluh dan keringat, kita berjuang bagaimana caranya Indonesia bisa maju dan sejahtera,” ujarnya.
 
BLUE PRINT KAWASAN EKONOMI KHUSUS (KEK) LUMAJANG
      Agus Setiawan juga mengamati, pemerataan pembangunan di Lumajang tampak masih kurang. Ini terlihat jelas bahwa di Lumajang yang maju itu hanya di beberapa kecamatan, seperti Kecamatan Lumajang, Tempeh, Pasiran. Sedangkan wilayah utara seperti Ranuyoso, Klakah, Randuagung terlihat ketimpangannya jika dibanding dengan kawasan selatan
Ini adalah PR yang harus segera diatasi, apalagi di kawasan utara lapangan kerja tidak banyak, alamnya juga kalau musim kemarau kekeringan, sehingga ketika hujan mereka juga harus menampung air. Pemerataan pembangunan ini adalah tantangan bagi Pemerintah Kabupaten Lumajang.
      Setiawan juga menyinggung soal rencana pembangunan jalan tol di wilayah utara yang didengungkan, namun nantinya dipakai untuk apa masih belum jelas. Yang perlu diwaspadai selain nilai plusnya, bahwa ketika tol itu telah dibangun maka harus diantisipasi agar tidak justru mematikan banyak UMKM, seperti pusat oleh-oleh, warung, dan lain-lainnya yang ada di sepanjang jalan nasional tersebut. Ini harus ada gantinya, namun bukan dengan wisata saja. Sebab banyak daerah yang tidak ada objek wisatanya.
      “Saya menyarankan ke Pemerintah Daerah Lumajang segera membuat blue print, segera membuat rancangan, begitu tol jadi nanti di daerah utara mau dijadikan apa. Misalkan kita punya exit tol di daerah Klakah , Ranuyoso, atau Kedungjajang, maka di situ harus ada Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Di situlah industri nanti berdiri, tidak lagi tersebar di mana-mana. Dipusatkan di kawasan utara, industri seperti pabrik kayu dan lain-lainnya,” terang Setiawan.
      Dengan tumbuhnya Kawasan Ekonomi Khusus ini, nanti di kawasan itu ke pemerintah pusat, Kementerian Keuangan, akan dimintakan fasilitas Free Trade Zone atau fasilitas bebas pajak dan lain-lain. Dengan fasilitas tersebut, maka investor akan tertarik. Contohnya pabrik kayu yang sekarang dimoratorium di Lumajang, sementara berdirinya di Probolinggo,    Pasuruan, dan lain-lain nanti akan dibangun juga di kawasan Lumajang, sehingga Lumajang  akan menerima value added atau nilai tambah.
      Dengan berdirinya industri di daerah utara yang memanfaatkan jalan tol tersebut, maka arus barangnya akan lancar. Suplai bahan baku dari beberapa wilayah di Lumajang diolah di kawasan tersebut untuk mendapatkan nilai tambah, langsung diangkut ke Surabaya, ke pelabuhan atau ke industri besar lain yang membutuhkan barang setengah jadi.
Selain itu, di kawasan tersebut juga akan banyak membutuhkan ribuan tenaga kerja. Dengan demikian maka kawasan utara akan lebih berkembang pembangunannya dan pasti akan terangkat pula kesejahteraannya. Dengan demikian, pemerataan pembangunan ekonomi di Lumajang akan lebih merata.
 
BAHAYA RENDAHNYA IPM
      Agus Setiawan juga menyoroti pekerjaan rumah (PR) Lumajang yang belum tuntas hingga kini adalah soal Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang masih rendah, bahkan untuk wilayah Jawa Timur Lumajang berada di posisi nomor 3 dari bawah, yakni urutan ke 36 dari 38 kabupaten kota di Jawa Timur. Literasi di Lumajang dininilai rendah, dan ketika literasi rendah maka banyak isu yang akan dimakan mentah-mentah oleh masyarakat.
      Kalau masyarakat sudah terbiasa memakan mentah-mentah isu atau hoax, maka akan mudah dipecah belah. “Jika ada orang yang tidak bertanggung jawab kemudian membuat isu dan dimakan mentah-mentah oleh masyarakat, maka itu sangat berbahaya sekali,” ujar Setiawan.
      Maka saat ini yang menjadi PR besar, ujar Setiawan, adalah menaikkan IPM dan literasi masyarakat kita. Budaya membaca, budaya sekolah harus selalu ditingkatkan dengan program-program yang aplikatif di lapangan. Jangan sebatas program-program yang hanya sekedar pelatihan lalu selesai tanpa ada tindak lanjut yang jelas.
      “Program harus aplikatif di lapangan dan ini perlu pendampingan supaya semuanya berjalan dengan baik, sehingga akhirnya IPM dan literasi kita bisa meningkat, minimal targetnya harusnya bisa keluar dari zona merah,” tukas Setiawan.
      Disinggung soal apa yang diperlukan agar Indonesia ataupun Lumajang maju, apakah cukup dengan nsaionalisme dan pertahanan keamanan, Setiawan mengatakan bahwa militansi, nasionalisme itu penting tapi peningkatan pendidikan, peningkatan literasi, peningkatan etos kerja dan peningkatan kedisiplinan masyarakat juga diperlukan.
      Selain itu juga harus dihindari disintegrasi dan tetap menjaga stabilitas politik. “Kalau itu bisa kita lakukan, maka impian Indonesia maju pasti akan tercapai. Indonesia masih punya banyak kelemahan dan harus segera kita perbaiki. Jangan sampai kita berbangga-bangga Indonesia atau Lumajang hebat, tapi ternyata di lapangan tidak hebat-hebat amat,” ujar Setiawan.
       Setiawan menconotohkan ketika corona masuk ke Indonesia, dilihat dari indikatornya tes swab covidnya kenapa di Filipina lebih banyak dari Indonesia. Itu menunjukkan kemampuan tes PCR Fiipina lebih baik. Ini menurutnya sebagai bukti bahwa persaingan di bidang kesehatan saja Indonesia kalah, apalagi di dunia yang lain seperti olahraga, ekonomi, industrinya banyak menggunakan produk dari luar. Kemudian juga kemampuan risetnya, Setiawan menunjukkan artikel yang telah dibacanya yang menyebutkan bahwa dari ribuan riset terkait dengan Covid-19, dari Indonesia hanya bilangan puluhan, itu pun kolaborasi dengan orang luar.
      “Ini harus diakui kekuranga kita, sehingga kita bersama-sama bisa memperbaiki apa yang kurang. Mungkin kemampuan individual dokter kita sudah bagus, tapi kalau sarana dan prasarana yang kurang, pemerintah tidak mendukung peningkatan, maka juga kasihan para dokter kita dan para perawat kita,” ujar Setiawan.
 
 
PERBAIKAN ETOS KERJA
      Setiawan juga memaparkan mengapa banyak tenaga kerja asing (TKA) masuk ke Indonesia, padahal di Indonesia banyak tenaga kerja. Menurut Setiawan ini berkaitan dengan etos kerja. Ketika ada yang membangun industri yang butuh waktu cepat untuk menyelesaikannya pasti mereka memakai TKA, yang memang etos kerjanya lebih baik dibanding Indonesia. “Itu harus diakui supaya kita bisa melakukan perbaikan-perbaikan agar mampu bersaing,” tegas Setiawan.
      Setiawan mencontohkan untuk pembangunan smelter bahan baku tambang dengan teknologi yang tinggi, mengapa ketika membangun tungkunya mereka tidak memakai tenaga Indonesia melainkan menggunakan TKA. Itu karena tungku nilainya mahal sehingga jika pengerjaan molor satu hari atau satu bulan saja cashflownya hancur. Karena itu dengan target waktu seperti ini mereka menggunakan orang-orang yang memang kompetitif, etos kerjanya baik.
      “Kalau etos kerja kita masih seperti sekarang, kita tidak akan mampu bersaing. Contohnya masih banyak anak muda yang lebih suka ngopi, lebih suka mojok, jalan-jalan, nggosip, kumpul-kumpul, daripada mencoba untuk berkarya. Ketika mereka dihadapkan dengan dunia kerja maka kebiasaan itu terbawa sehingga target kerjanya pun tidak tercapai,” ujar Setiawan.
      Selain itu masalah utama yang perlu mendapat perhatian di usia kemerdekaan RI yang ke 75 ini adalah bidang pendidikan. Di bidang ini, Indonesia perlu meniru negara-negara lain, terutama negara-negara di Eropa yang kualitas pendidikannya luar biasa. Kualitas dan pemerataan guru harus dipacu, pemerataan sarana dan prasarana harus dioptimalkan dengan membangun infrastruktur pendidikan yang baik.
      Teknologinya juga harus merata agar Indonesia bisa melangkah maju dengan cepat. “Kalau kita masih seperti sekarang, ya akan tertinggal dengan negara-negara lain yang sudah berlari jauh, sementara kita masih seperti sekarang,” ujar Setiawan.
     Saat ini sudah 75 tahun Indonesia merdeka, tentunya dengan kemerdekaan ini   harapannya masyarakat sejahtera. Namun, kata Setiawan, tidak cukup hanya berharap, tetapi harus mampu mengisi kemerdekaan dengan usaha dan karya.
Kita tidak bisa berdiam diri saja, karena para pendiri bangsa, para pahlawan telah berjuang dengan peluh keringat, darah, harta dan mengorbankan nyawa untuk mendapatkan kemerdekaan ini.
      “Sekarang adalah tugas kita untuk mengisi kemerdekaan dengan hal-hal yang baik, dengan upaya-upaya yang peuh semangat supaya Indonesia bisa menjadi negara yang maju. Masyarakat bisa sejahtera, kemiskinan bisa kita hilangkan dan anak-anak muda kita bisa berdiri dengan gagah bisa bersaing di tingkat global, juga bisa menjadi tenaga kerja terampil yang bisa kita banggakan,” ungkapnya.
      Setiawan berharap kepada pemuda-pemudi dan tokoh-tokoh masyarakat agar tidak lelah untuk belajar, mengupayakan supaya anak muda mampu memahami Pancasila, memahami nilai-nilai kebangsaan dan memahami kemerdekaan. “Harapan kita ke depannya, bonus demografi yang kita nikmati nanti benar-benar bisa kita manfaatkan menjadi peluang untuk melompat lebih tinggi lagi, menjadi negara besar, menjadi negara maju yang mampu bersaing di tingkat global,” ujar Setiawan penuh harap. (TEGUH EKAJA).

 

Posting Komentar

0 Komentar