AGUS SETIAWAN: BUPATI KE KANAN, WAKIL BUPATI KE KIRI, STAF DI BAWAHNYA BINGUNG


      Peristiwa adu mulut atau cekcok antara Bupati Thoriqul Haq dengan warga, masing-masing saat melakukan kunjungan lapangan ke Desa Kalibendo, beberapa hari kemudian ke Desa Selok Awar-awar, yang viral di media sosial dalam beberapa hari terakhir ini, menjadi bahasan serius dalam program Ngopi Pagi di Radio Semeru FM, Sabtu (11/7) pagi.
      Tema yang diperbincangkan adalah "Perspektif Ekonomi Adu Mulut Bupati vs Rakyat", dengan narasumber seorang pakar ekonomi Agus Setiawan. Talkshow ini dipandu oleh penyiar Hariyanto, S.Pd dan kameramen Roni Bachelor, ST. Selain disiarkan langsung di Radio Semeru FM, talkshow dengan Agus Setiawan setiap Sabtu pagi ini juga disiarkan di akun facebook Radio Semeru FM Lumajang.
      Di sela talkshow yang berlangsung selama 2 jam, mulai pukul 07.30 sd 09.30 WIB, banyak pendengar yang merespons. Salah satunya warga di Kecamatan Sumbersuko yang berkomentar bahwa melihat ada warga sampai berani kepada pimpinan selevel Bupati merupakan sesuatu yang kurang etis, dan menyayangkan mengapa Bupati marah-marah seperti itu. Ia berharap Bupati tidak harus turun langsung ke lapangan dan marah-marah selama itu semua bisa diselesaikan baik-baik. Ia menyarankan agar Bupati menggerakkan aparatnya di bawah untuk menyelesaikan masalah seperti itu.
      Menanggapi hal ini, Setiawan menganalisa bahwa ada gap antara pucuk pimpinan dengan bawahan. “Sepertinya ada tembok yang membatasi, sehingga setiap kebijajan yang dilakukan oleh Bupati follow up-nya selalu lemah. Contohnya dulu masalah Covid, katanya kita mau dikarantina di kompleks sekolah SUT. Sudah gembar-gembor di media, kemudian ternyata tidak jalan", ujarnya.
Kemudian program-program yang lain seperti masalah pasir pun demikian. "Pak Bupati sudah benar, tahun lalu bahkan sudah menaiki motor bersama Forkopimda, Kapolres, Dandim, melihat jalan khusus tambang, tapi folow up-nya yang lemah,” terangn
      Menurut Setiawan, ini adalah fakta yang ketika ditanyakan ke orang lain akan mengatakan hal yang sama. “Bukan hanya saya, silahkan ditanya ke masyarakat seperti apa. Artinya setiap hal yang dilakukan Bupati, follow up-nya lemah, yang kelihatan cuma marah-marah,” ungkap nya.
Lemahnya tindak lanjut dan koordinasi di pemerintahan Lumajang, menurut Setiawan akibat dari konsep pembagian tugas antara Bupati dan Wakil Bupati. “Bukan saya menghakimi, tapi jajaran di bawahnya akan kebingungan,” ujarnya.
      “Kalau Bupati ke barat Wakil Bupati ke timur, ini ada positif dan negatif. Positifnya makin banyak hal yang bisa diurus karena mereka berbagi. Negatifnya, setiap hal yang dilakukan oleh Bupati ataupun Wakil Bupati follow up-nya lemah, karena jajarannya akan bingung. Ini yang mulai banyak dikeluhkan oleh aparatur di Lumajang, mau ikut yang ini atau yang itu,” ungkapnya.
      “Kalau ditanya ke teman-teman birokrasi mereka akan bingung, ini mau ikut yang mana. Bupati mengatakan seperti ini, Wakil Bupati mengatakan seperti ini. Ini yang membuat staf di bawahnya bingung. Saya tidak mengadu domba, tapi ini perlu perbaikan,” tegas Setiawan yang mengaku cukup sering mendapat curhat dari para birokrat di Lumajang.
      Menurut Setiawan, pemerintah daerah memang tugasnya cukup berat. Selain memberikan aturan, mereka juga harus menegakkan aturan. Yang penting kegiatan seperti patroli jangan hanya dilakukan oleh Bupati, karena waktunya terbatas, tenaganya terbatas dan perhatiannya harus digerakkan ke banyak hal.
      Aparatur di bawahnya harus mendukung program dari Bupati. Apa yang dilakukan oleh Bupati, menurut Setiawan, sudah bagus, karena Bupati sedemikian cepat dan naluri untuk membela masyarakat sangat tinggi sekali. Hanya saja harus diberikan saran yang baik bagaimana caranya supaya Bupati tidak terjebak ke masalah baru, seperti saat sidak ke Desa Kalibendo dan Desa Pasirian, yang berujung adu mulut dengan warga.

      “Saya kasihan melihat Bupati yang ingin membela masyarakat justru harus berursan dengan hukum. Ada orang tidak puas melaporkan tindakan dari orang-orangnya Bupati,” ujarnya.
Bupati Thoriqul Haq, ujar Setiawan, sudah repot dengan masalah-masalah lain, dan harusnya jajaran dibawahnya yang mempersiapkan. Ibarat bermain bola, ketika Bupati mau masuk lapangan, maka jajaran di bawahnya termasuk Wakil Bupati harus menyiapkan, misalnya membersihkan ilalang-ilalang yang tumbuh liar, sehingga Bupati bisa masuk, bisa bermain dengan cantik. Artinya kalau Bupati ingin membuat suatu keputusan, maka dipersiapkan dulu, diberi pilihan-pilihan dengan pertimbangan resikonya.

      “Posisi Bupati sebagai decision maker. Bupati waktunya hanya sedikit. Di kantor sudah ditunggu banyak pekerjaan, banyak orang yang ingin ketemu. Kalau waktunya hanya habis untuk urusan pasir, hal-hal lain akan terbengkalai dan efeknya sangat buruk untuk masyarakat,” terang Setiawan yang juga pengusaga yang bergerak di bidang konsultan manajemen dan keuangan itu.
       Ia mengamati, ini semua terlihat selama 2 tahun sejak dipimpin pasangan Bupati Thoriqul Haq dan   Wakil Bupati Indah Amperawati terakhir, bahwa dari sisi ekonomi Lumajang tidak bagus bahkan tertinggal dibanding daerah yang lain. Dari sisi kesejahteraan masyarakat pun sama, dari sisi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) belum ada peningkatan yang signifikan. Oleh karena itu, menurut Setiawan, mekanisme kerja Bupati dan Wakil Bupati ini harus diubah, supaya jajaran di bawahnya juga bisa bekerja optimal. (TEGUH EKAJA)

Posting Komentar

0 Komentar