AGUS SETIAWAN: ADU MULUT BUPATI VS RAKYAT BERDAMPAK KURANG BAGUS BAGI IKLIM BISNIS LUMAJANG


      Beberapa hari ini publik Lumajang dihebohkan dengan adanya penayangan di media sosial tentang adu mulut atau cekcok antara Bupati Lumajang Thoriqul Haq dengan seorang warga dari Desa Kalibendo, Kecamatan Pasirian. Selang beberapa hari kemudian, adu mulut kembali terjadi antara Bupati dengan seorang warga Desa Selok Awar-awar, juga termasuk wilayah Kecamatan Pasirian. Tidak hanya ramai diperbincangkan, namun perdebatan atau adu mulut tersebut sempat dijadikan meme yang disebarkan di medsos.
      Adu mulut ini cukup disayangkan oleh berbagai pihak, termasuk Agus Setiawan, seorang pakar ekonomi yang juga pengusaha sukses Lumajang. Ia mengatakan, mestinya adu mulut seperti itu tidak perlu terjadi. Hal itu ia utarakan saat menjadi narasumber dalam talkshow di acara Ngopi Pagi Semeru FM yang dipandu Hariyanto, S.Pd., Sabtu (11/7) pagi, dengan tema "Perspektif Ekonomi Adu Mulut Bupati versus Rakyat".

DAMPAKNYA KURANG BAGUS BAGI IKLIM BISNIS
      Diawali pada tanggal 3 juli lalu di jalan desa Kalibendo Pasirian, Bupati Lumajang Thoriqul Haq atau Cak Thoriq terlibat cekcok dengan seorang pemilik armada truk pasir saat sidak jembatan jalan yang putus dan penarikan beaya portal truk pasir untuk memperbaiki jembatan tersebut. Pada beberapa hari berikutnya, Cak Thoriq kembali adu mulut dengan salah seorang pengawas tambak udang PT. LUIS di Desa Selok Awar-awar. Bahkan akibat peristiwa ini Cak Thoriq terpaksa harus berurusan dengan polisi.
      Atas peristiwa ini, pada satu sisi Agus Setiawan memberi apresiasi kepada Cak Thoriq yang telah bergerak cepat menindaklanjuti laporan masyarakat sehingga segera ke lapangan. Namun pada sisi lain, Setiawan juga menyayangkan karena adanya perdebatan atau adu mulut dengan warga.
“Ini sangat-sangat kita apresiasi semangat beliau, hanya saja mungkin saat di sana seharusnya tidak perlu terjadi perdebatan seperti itu,” ujarnya. Peristiwa ini oleh sebagian masyarakat dianggap settingan, dan bahkan ada yang menganggap itu sebagai pencitraan karena diupload di YouTube yang kemudian viral.
      Namun dengan adanya berita perdebatan yang viral ini justru menurut Setiawan efek elektoralnya tidak begitu bagus. Bukan menambah elektabilitas, tapi malah sebaliknya banyak orang yang kecewa terutama mereka yang berada di sektor pertambangan.
       “Hemat saya sebaiknya Pak Bupati lebih fokus ke inti masalah. Kalau masalahnya karena pengawasan yang kurang, maka pengawasannya dibenahi dulu sebelum beliau berdebat marah-marah di lapangan karena efeknya kurang bagus,” ujar Setiawan.
      Setiawan berharap agar Bupati tidak hanya memikirkan efek elektoral saja, namun yang perlu diperhatikan juga yakni efek atau dampak ekonominya. Bagaimana pengaruhnya kepada iklim bisnis di Lumajang. Menurutnya, perisitiwa cekcok ini kurang baik, bisa berakibat investor susah untuk masuk ke Lumajang.
      “Kita lihat setiap kali ada sidak dari pemerintah ke pabrik-pabrik atau ke lokasi usaha masyarakat selalu ada masalah perizinan. Ini akan membuat satu pertanyaan bahwa kenapa sih hampir semuanya bermasalah dengan perizinan,” ungkapnya.
      Setiawan mencontohnya soal restoran di Lumajang yang mungkin hanya beberapa saja yang punya izin. Aata beberapa usaha yang lain yang perizinannya pun pasti tidak lengkap. Ini menurutnya perlu dipertimbangkan bahwa kemungkinan masyarakat susah untuk mengurus izin.
      Terkait dengan perdebatan tentang jembatan rusak di Desa Kalibendo yang diduga akibatnya banyak truk pasir lewat, dan juga perdebatan dengan warga Selok Awar-awar karena dugaan penyerobotan tanah yang katanya milik almarhum Salim Kancil, itu semua sebenarnya menurut   Setiawan bisa diselesaikan di dalam ruangan.
      “Diselesaikan dengan duduk bersama, karena masalahnya sebenarnya tidak terlalu berat. Kalau menurut saya tidak terlalu harus diekspos sedemikian rupa yang akhirnya menimbulkan polemik di masyarakat,” tegasnya.
      “Investor yang mau masuk Lumajang sekarang berpikir dua kali. Mereka mau bisnis pasir berpikir dua kali. Mereka yang mau berbisnis udang berpikir dua kali. Mereka mau menanamkan modal di sektor mesin perkayuan juga akan berpikir sama,” sambungnya.
      Dalam situasi pandemi seperti ini, Setiawan menganggap wajar ketika pengusaha berteriak saat ditekan. “Bukannya kita membela mereka, namun mereka sedang stres tinggi. Teman-teman di bawah berusaha mempertahankan hidupnya dan akhirnya mereka berani melawan karena urusan perut," kata Setiawan yang salah satu bisnisnya juga bergerak di bidang tambang pasir.
      “Lebih bijaksana menyelesaikan persoalan dengan cara duduk bersama, bukan dengan cara di lapangan yang kurang bagus. Masyarakat jadi berpikir, sejak kasus Bupati Boltim bupati kok jadi keras begini,” ujarnya.

PENGUSAHA PASTI PATUH
      Dulu awal-awal sidak yang dilakukan Bupati, oleh Setiawan dianggap masih bagus seperti sidak ke Mutiara Halim. Tapi lama-lama, ujar Setiawan, masyarakat akan bosan sehingga akhirnya timbul komentar-komentar yang miring. “Masyarakat mengatakan bupati isone muring-muring tok, ini yang tidak diharapkan oleh kita semua,” tukasnya.
      Kalangan pengusaha, oleh Setiawan, dianggap paling nurut atau patuh karena pengusaha tergantung kepada pemerintah. “Ketika mereka diundang untuk menyelesaikan suatu persoalan dengan cara yang baik pasti selesai, apalagi kasus dugaan penyerobotan tanah itu cukup mudah sebenarnya. Tidak perlu membawa banyak orang ke sana, melakukan sidak ke lapangan kemudian dimasukkan ke YouTube, yang mana itu bukan akun resmi pemerintah,” ulang Setiawan.
      “Maaf ya sekali maaf, banyak orang yang menilai Bupati sengaja mencari panggung, bahkan yang ekstrem mengatakan bahwa ini hanya menyembunyikan ketidakmampuan. Ini perlu disampaikan ke Bupati supaya tidak terlena. Viral itu bagus, tapi bisa jadi dampaknya justru tidak bagus. Viral kelihatannya, tetapi penilaian di masyarakat juga harus diukur oleh Bupati. Sekarang masyarakat menilai bahwa apa yang dilakukan hanya kepentingan politik belaka,” ujarnya.
     Akibat aksi marah-marahnya Bupati dilaporkan di kepolisian, membuat waktunya terkuras untuk mengurus hal-hal tersebut. “Dulu pernah diperiksa oleh kepolisian Lumajang karena perselisihan dengan wartawan. Dua kali bahkan, pertama dengan Pak Basuki Rahmat, dan yang kedua dengan pihak Memo Timur, yang tentu waktunya habis untuk ngurusin hal tersebut. Sedangkan masyarakat membutuhkan banyak perhatian,” jelentrehnya.
      Setiawan menyinggung soal komentar yang muncul sejak awal talkshow yang menyebut banyak masyarakat yang menyesalkan kejadian Bupati yang marah-marah ke masyarakat kecil. Meskipun yang dimarahi pengusaha armada truk di Desa Kalibendo, namun dia mungkin hanya punya beberapa truk bukan pengusaha besar yang punya puluhan atau bahkan banyak truk. Kebetulan dia berinisiatif memperbaiki jembatan dan mengutip untuk mengganti ongkosnya.
      “Konsep ini dipakai juga oleh perusahaan besar, tetapi mungkin caranya salah, harus dibina. Kalau diajak berdebat ya gak bisa, sudah berbeda levelnya. Bupati sudah me-nasional, sementara pengusaha ini tahunya cuma untung rugi, tahunnya dapat duit hari ini", tuturnya. (TEGUH EKAJA).

Posting Komentar

0 Komentar