AGUS SETIAWAN: KUNCI KALAU MAU BERBISNIS, JANGAN TAKUT MEMULAI DAN JANGAN TAKUT GAGAL


      Meski banyak peluang usaha, namun faktanya saat ini di Lumajang masih banyak pemuda yang nganggur. Apa sebabnya ? Agus Setiawan seorang pakar ekonomi yang juga pengusaha sukses Lumajang, saat talkshow di Radio Semeru FM dalam program ‘Ngopi Pagi’ yang dipandu Hariyanto, S.Pd, pada hari Sabtu(27/06) membeberkan fakta bahwa pemuda Lumajang dan umumnya pemuda Indonesia sejak semula tidak dididik untuk menciptakan lapangan kerja, baik itu dengan wira usaha ataupun dengan mengembangkan potensi usaha orang tuanya.
      Alasan utama yang mendasari keengganan anak muda memulai usaha adalah modal. Setiawan menyebutkan bahwa usaha tidak harus dengan modal besar, bahkan bisa dilakukan dengan berkolaborasi ataupun menjadi perantara penjualan yang tidak membutuhkan modal besar.
      Pada beberapa talkshow sebelumnya, Agus Setiawan telah membahas banyaknya peluang usaha yang bisa digeluti oleh para pemula termasuk pemuda di Lumajang. Bisnis online dan juga beberapa ide tentang peluang usaha dan lapangan kerja telah dikupas Setiawan dengan memberikan contoh-contoh yang sangat menginspirasi. Setiawan juga mencontohkan pengalamannya dalam berbisnis mulai dari tantangan hingga pengalamannya bangkit dari keterpurukan akibat gagal berbisnis.
      Setiawan mengajak pemuda Lumajang untuk tidak takut memulai usaha dan tidak takut pada kegagalan. Pilihan-pilihan bisnis mulai dari yang bersekala kecil hingga menengah telah dipaparkan Setiawan. Tidak ada kamus ‘takut’ dalam diri Setiawan untuk mengajak pemuda memulai bisnis, namun yang perlu diperhatikan adalah sikap waspada untuk tidak ceroboh memilih mitra kerja, menguasai bidang usahanya, tidak hanya latah meniru usaha. Tapi jika terpaksa meniru paling tidak harus ada modifikasi produk atau layanan yang memberi nilai plus dari usaha yang ditirunya.

OPTIMALKAN BAKAT ANAK
      Setiawan melihat saat ini banyak anak-anak muda yang lulus sekolah siap menjadi tenaga kerja, siap kerja di pabrik, siap kerja di perusahaan. Pendidikan Indonesia tidak menciptakan anak-anak yang siap berusaha mencari peluang usaha.
      Ia mengatakan banyak orang tua yang tidak tanggap dengan bakat anaknya, sehingga memaksakan anaknya untuk menekuni bidang yang tidak disukai anaknya. Bahkan ini juga mewarnai situasi di sekolah. Banyak guru yang lebih menggenjot mata pelajaran yang menjadi acuan Unas ketimbang dengan menyuport bidang yang menjadi bakat masing-masing anak.
      “Contohnya ketika zaman saya sekolah, kalau kita matematikanya dapat jelek maka guru kita marah. Namun ketika kita bisa melukis itu tidak dipacu karena melukis tidak dianggap sebuah prestasi,” ujar Setiawan.
      Hal ini menurutnya harus mulai diubah dengan pola pendekatan yang baik bahwa sekolah-sekolah kita pun juga harus mulai melihat bakat anak. Jangan merasa kecil hati kalau anak kita matematikanya tidak bagus, atau fisikanya dan kimianya tidak bagus karena mungkin bakat anak kita bukan di sana.
      Sebagai orang tua kita harusnya tahu bahwa jika anak kita tidak unggul di matematika mungkin unggul di bidang lainnya, misalnya bakatnya di bidang seni rupa atau seni lukis gambar. Maka peluangnya adalah jenis-jenis pekerjaan yang membutuhkan kemampuan untuk menggambar.
      “Jangan kecil hati, artinya orang tua sekarang harus pintar melihat kemampuan anak,” ujar Setiawan mengingatkan agar orang tua tidak memaksakan anaknya untuk memilih bidang pendidikan yang tidak menjadi passion atau gairah anaknya. Setiawan juga menceriterakan banyak teman-teman seangkatannya menjadi korban salah jurusan akibat mengikuti keinginan orang tuanya.
      “Kemarin saya ngobrol dengan teman senior saya di SMAN 2. Saat SMA beliau jurusan IPA dan kuliahnya pun masih dengan jurusan sama, tapi di kemudian hari kerjanya di bank yang ngurusi keuangan,” cerita Setiawan. Hal ini menurut Setiawan harus dihindari sehingga tidak menghabiskan waktu di kuliah dengan jurusan yang salah.
      “Saya sendiri dulu SMA di jurusan IPA, sebenarnya passion saya di IPS. Namun karena dulu zaman saya pemeringkatan itu mengharuskan saya masuk ke IPA, terpaksa ambil jurusan IPA. Skibatnya saya malas kalau sudah pelajaran kimia, lebih sering tidur, keluar dari kelas. Pelajaran fisika pun yang saya sukai hanya astronomi, selain itu rumus-rumus tidak suka. Pelajaran matematika pun kalau sudah aljabar saya suka, tapi kalau sudah masuk trigonometri saya gak paham konsepnya,” tuturnya. Setiawan mengaku saat try out UMPTN ikut IPS dan justru nilainya bagus peringkat pararel untuk semua peserta.
      Dari fakta ini Setiawan melanjutkan kuliah di STAN dengan mempelajari manajemen, akunting dan lain-lain yang kemudian menjadi basicnya hingga saat ini. Oleh karena itu Setiawan menyarankan kepada guru-guru terutama rekan-rekannya yang saat ini banyak yang menjadi guru, agar mencari tahu di mana bakat anak didiknya, dan jangan paksa untuk masuk atau menekuni mata pelajaran yang bukan menjadi passionnya.

ERA ENTERPRENEUR
      Sekarang zaman sudah berubah, banyak peluang usaha yang bisa ditangkap oleh anak muda tidak harus berstatus ASN atau aparatur negara untuk dipandang sukses. “Karena itu berikan bekal ilmu pengetahuan kepada anak-anak kita, supaya anak kita nanti mampu memilih mana yang terbaik untuk dirinya sendiri,” ujar Setiawan.
      Ia juga berharap agar kegiatan-kegiatan di sekolah mulai diarahkan ke peminatan atau pemilihan passion sesuai bakatnya. Pemerintah pun harus mulai membaca arah angin yakni menangkap peluang di era enterpreneurship ini, sehingga di sekolah-sekolah perlu diajarkan materi-materi entrepreneur atau wirausaha.
      “Minimal mereka punya pemahaman bahwa mereka punya masa depan dengan banyak pilihan. Silahkan jika mau jadi ASN, tapi mereka punya pilihan yang sama di entrepreneur. Mereka bisa menjadi entrepreneur muda yang akan memiliki uang lebih banyak,” ujar Setiawan.
Ketika mau terjun ke dunia enterpreneur, tentu harus mulai banyak merubah mindset. Mulai membaca semua hal sebagai peluang, bukan justru dianggap sebagai hambatan. Jangan terlalu tergantung ke pemerintah, harus mampu menciptakan dunia usaha sendiri. Untuk orang tua disarankan pula jika terpaksa tidak mampu menyekolahkan anaknya lebih tinggi maka harus memberikan keahlian, keterampilan melalui jalur informal dengan langsung aplikasi di lapangan. (TEGUH EKAJA)

Posting Komentar

1 Komentar

  1. Permisi kak
    Terima kasih suara Semeru, juga Bapak Agus Setiawan atas motivasinya.
    jani gini, saya sangat ingin sekali menjadi pengusaha tp saya tidak tau mau usaha apa, saya sedikit pengalaman usaha online kalau itu, tp hanya sebentar karena usaha online kalau itu hanya usaha musiman saya.
    Sekarang saya berencana mau mencoba usaha berdagang sayur-mayur juga secara online melalui Aplikasi jual beli milik pribadi, dengan nama aplikasi Pasar online Bantu Bunda yang sayu-mayur dipasar tersebut rencana saya ambil dari orang tua yg memang setiap harinya mengepul sayur langsung dari petani lalu disetor ke tengkulak/bakul dipasar. Dari sana saya ingin mengembangkan usaha orang tua dengan menjualnya secara ecer berbasis online dan mengirimnya langsung kerumah pembeli, tp saya berencana melakukan penjual terpusat di satu desa atau daerah tertentu berskala kecil untuk memudahkan pengiriman secara bersamaan di pagi hari guna membantu para ibu-ibu yang mau menyiapkan sarapan keluarganya.
    Kendalanya saya tidak tau harus memulai dari mana ? Dan cara mempromosikan Layanan ini, yang memang aplikasi Pasar Online Bantu Bunda masih belum saya publikasikan di playstore.
    Mohon masukan dan arahannya.
    Terima kasih banyak
    Mohon maaf jika kata-kata saya masih amburadul.
    🙏🏻🙏🏻🙏🏻

    BalasHapus