LINDUNGI MASYARAKAT DARI JERATAN RENTENIR




      Program acara Ngopi Pagi Radio Semeru FM yang digelar setiap hari Sabtu pukul 07.00 sd 09.00 WIB, yang selama bulan puasa diubah menjadi Ngobrol Pagi, kini menghadirkan narasumber tetap Agus Setiawan, SE. Ia dikenal sebagai pengamat ekonomi dan politik sekaligus pengusaha muda yang bergerak di bidang jasa konsultasi keuangan dan manajemen, pasir, pertanian, hingga wisata dan kuliner.
      Setiawan dikenal aktif menulis pendapat dan gagasannya di akun facebook. Kecintaannya kepada Lumajang disampaikan dalam bentuk kritik, usulan, hingga solusi untuk memecahkan berbagai persoalan aktual di Lumajang, mulai dari masalah ekonomi, politik, hukum, kriminalitas, hingga sosial. Lulusan Sekolah Tinggi Akutansi Negara (STAN) yang pernah bekerja di Kantor Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan, itu selalu mengedepankan data dan regulasi (payung hukum) dalam menopang argumentasi dan pendapatnya.

 

TRADISI BERHUTANG
      Pada penampilan perdana, Sabtu (25/4), topik yang dibahas adalah Jeratan Rentenir Di Tengah Corona. Dalam talkshow yang dipandu host Hariyanto ini, Agus Setiawan, yang di akun facebook menggunakan nama Sam Setiawan, menjelaskan bahwa hampir semua orang pernah memiliki hutang. Pedagang, pengusaha, kalangan profesi seperti ASN, TNI dan Polri juga pernah memiliki hutang, baik itu berupa kredit bank, koperasi, maupun rentenir. Tidak terkecuali juga Ibu rumah tangga , welijo, toko peracangan dan lain-lain.
      Menurut Setiawan, ketika ada orang memiliki masalah kredit, ada yang berkomentar: coba jangan ngutang. Komentar itu menurut Setiawan tidak solutif dan tidak serta merta begitu saja bisa dilontarkan, karena ada alasan logis mengapa orang berhutang.
      Manusia punya kecenderungan berhutang dan berani mengambil risiko tinggi ketika dalam kondisi normal. “Dalam berhutang kita tidak tahu ke depan apa yang terjadi, yang kita tahu kita butuhnya sekarang,” ujarnya. “Kecenderungan Ini dalam ilmu ekonomi disebut behaviour economic,” lanjutnya.
      Resiko berhutang sebenarnya tinggi. Di Lumajang sendiri, kata Setiawan, sampai November 2019 tercatat ada 2800 angka perceraian. Dari data itu, ungkap Setiawan, 50% akibat cek cok tidak sejalan dalam rumah tangga, urutan kedua sekitar 25% angka perceraian adalah karena masalah ekonomi, yang mana ini terkait hutang-piutang.
      Menurutnya, jika orang tidak memeiliki aset, akan berupaya memilikinya dengan cara berhutang. Ketidaknyamanan keuangan akibat tumpukan hutang yang berujung kepada ketidaknyamanan perasaan inilah yang kemudian menyebabkan perceraian.
      Setiawan dengan senyum mengungkapkan sebuah candaan ilmu fisika. ”Tekanan dan gaya berbanding lurus. Jadi kalau hidup kita terlalu banyak tekanan, mungkin kita terlalu banyak gaya,” selorohnya yang langsung disambut tawa presenter Hariyanto.



JERATAN RENTENIR

      Setiawan memaparkan, rentenir adalah lembaga atau orang yang memeberikan hutang dengan tingkat imbal balik atau interest (bunga) terlalu tinggi, yang tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur pemerintah. “Jadi setiap orang, badan hukum koperasi maupun lembaga keuangan mikro lainnya apabila memberikan hutang kepada orang lain dan mereka menarik imbal balik lebih tinggi dari ketentuan pemerintah, maka termasuk kategori rentenir,” ujarnya.
      Jeratan rentenir ini menurut Setiawan sangat berbahaya. Ia melihat banyak orang yang tidak berhitung dengan benar ketika meminjam uang kepada rentenir. Kemampuan membayar hutangnya akan hilang, dan hutang kian menumpuk akibat bunga yang terus berkembang. Jika tidak mampu membayar, maka aset yang dimiliki akan dijual, dan ketika asetnya sudah habis maka akan timbul masalah sosial yang bisa berdampak pada keutuhan rumah tangga.
      Ketika ditanya soal perilaku debt collector yang semena-mena dalam menagih hutang, Setiawan menjelaskan bahwa perikatan hutang piutang adalah hukum perdata, namun dalam prosesnya bisa masuk hukum pidana. “Ketika orang yang menagih dengan cara tidak benar, dengan cara membentak-bentak, mempermalukan dan membuka data ke umum, atau perilaku lain yang tidak terpuji, itu bisa masuk delik pidana. Begitu pula sebaliknya, yang ditagih pun jangan menghadapi dengan kekerasan” ujarnya.
      Lebih lanjut Setiawan menyebutkan bahwa hukum hutang piutang sudah diatur dalam peraturan perundangan, baik bank, koperasi, maupun lembaga keuangan mikro. “Kalau melakukan penagihan dengan cara teror, intimidasi, kekearasan, maka itu ada delik pidana. Penghutang punya hak melaporkan ke polisi karena ancamannya jelas,” tegasnya.


PERLU INTERVENSI PEMERINTAH
      Menyinggung soal koperasi simpan pinjam yang menyasar ibu-ibu rumah tangga, Setiawan menjelaskan bahwa koperasi boleh memberi pinjaman kepada anggota dan calon anggota, dan setelah 3 bulan calon anggota harus ditarik mejadi anggota koperasi.
      Ia melihat cukup banyak lembaga yang mengatasnamakan koperasi tetapi memberi pinjaman dengan bunga mencekik, yang melebihi aturan. Rentenir yang berkedok koperasi seperti ini menurut Setiawan memang harus ditutup dan ini membutuhkan intervensi pemerintah, karena pemerintahlah yang punya data-data koperasi yang ada di wilayahnya.
      Pemerintah sendiri juga harus introspeksi, dalam hal ini Dinas Koperasi harus cepat bertindak dan tidak menunggu ada masalah. Ia mencontohkan sidak yang dilakukan Bupati dan Wakil Bupati Lumajang belum lama ini yang terpaksa menutup koperasi yang melanggar aturan main. “Saya dengar perintah menutup koperasi itu sudah disampaikan satu tahun lalu, namun tidak ada tindakan dari Dinas koperasi, tidak ada langkah yang dipublish soal perintah penutupan itu,” ungkapnya.
      Setiawan mengakui pada praktiknya banyak koperasi apalagi yang ilegal yang menetapkan suku bunga cukup tinggi dari batasan. Namun ini tetap saja diminati, apalagi saat ini juga lagi ngetrend Fintech (financial technology) atau pinjaman online yang cukup mudah persyaratannya. Hanya dengan foto diri dan foto identitas diri sudah bisa mendapatkan pinjaman. Fintech ini bunganya cukup tinggi dan jelas di luar ketentuan.
      Program pinjaman tanpa bunga untuk welijo yang diluncurkan Bupati Lumajang, menurut Setiawan, cukup bagus. Namun basisnya perlu diperluas, karena ini sekaligus untuk memerangi koperasi-koperasi ilegal.
      Di saat seperti inilah, dalam masa pandemi corona, program pinjaman dari pemerintah sangat dibutuhkan oleh usaha-usaha mikro. Setiawan memberi saran, saat pemerintah melakukan pergeseran anggaran seperti saat ini, salah satunya bisa diprioritskan kepada program tersebut. ”Toh ini sesuai dengan kampanye Bupati. Jika pemerintah tidak intervensi terhadap masalah ini, maka koperasi-kopersai ilegal akan merajalela menjerat leher rakyat,” ujarnya.
      Masyarakat sendiri juga harus bisa berhitung, bisa mengukur sendiri kemampuannya jika berhutang. Kesadaran masyarakat sangat diperlukan guna mengantisipasi mewabahnya ulah para rentenir yang berkedok koperasi. ”Intervensi pemerintah saja tidak cukup jika rakyatnya tidak mendukung, “ katanya.
      Saran Setiawan, jangan gampang berhutang. Jika terpaksa berhutang, maka pinjamlah kepada lembaga yang menyalurkan pinjaman dengan bunga yang kecil atau wajar. "Jika kita pinjam ke rentenir itu sama saja dengan mengundang masalah dan bahkan bisa membuat kehancuran dalam membangun rumah tangga", katanya.
      Dalam acara talkshow yang berlangsung selama 2 jam ini, Setiawan banyak menjawab pertanyaan dari pendengar Radio Semeru FM maupun penonton yang menyimak dari akun facebook Radio Semeru FM Lumajang. Ia juga memediasi pendengar yang konsultasi masalah hutang-piutang dengan lembaga keuangan lainnya. Bagaimana mengurus kebijakan restrukturisasi pinjaman ke bank dan lembaga keuangan lain selama darurat corona.
      Di akhir talkshow, Setiawan berpesan kepada masyarakat Lumajang agar mulai hati-hati terhadap hutang. “Hutang atau kredit bukanlah sesuatu yang buruk asal tidak berbunga tinggi. Pastikan bisa berhitung, jangan overlap terlalu banyak hutang. Kalau ada yang terjerat hutang dengan syarat berbunga tinggi, maka mintalah bantuan hukum kepada Lembaga Bantuan Hukum (LBH) atau yang bisa mengadvokasi masalah hutang tersebut agar sama-sama tidak dirugikan,” ujarnya
      “Kepada pemerintah daerah saya berharap agar melakukan pengawasan dan penegakan hukum terhadap rentenir. Lindungi masyarakat dan beri opsi serta permudah masyarakat ke lembaga keuangan. Permudah perizinan dan aksesnya, terutama ke lembaga bank,” pungkasnya. (TEGUH EKAJA).

Posting Komentar

0 Komentar