Lumajang, Suara Semeru - Terjangan erupsi lahar dingin dan panas Gunung Semeru pada 19 November 2025 yanh merobohkan Gedung Sekolah SD Negeri 2 Supiturang, Kecamatan Pronojiwo, memaksa pihak sekolah memindahkan seluruh kegiatan belajar ke tenda darurat agar hak pendidikan siswa tetap terpenuhi.
Dengan perlengkapan seadanya, mereka duduk beralas tikar dan
menggunakan meja sederhana di tengah keterbatasan fasilitas pasca bencana.
Meski demikian, kondisi itu tidak menyurutkan semangat untuk terus belajar di
tenda darurat.
Dengan melihat langsung kondisi sekolah darurat tersebut, Anggota Komisi X DPR RI H. Muhamad Nur Purnamasidi yang akrab disapa Bang Pur mengunjungi siswa yang belajar di tenda darurat di Supiturang.
Selain menyerahkan bantuan
berupa rompi, tas sekolah, seragam, buku pegangan guru, serta bahan ajar,
dirinya menegaskan pendidikan tidak boleh terhenti meski daerah terdampak
bencana.
"Menyangkut pendidikan, kita tidak boleh main-main.
Saya ingin memastikan layanan pendidikan tidak berkurang meski wilayahnya terdampak
bencana," ucapnya, 16 Desember 2025.
Dikatakan Bang Pur, dalam kondisi seperti ini negara harus
hadir penuh untuk menjamin keberlanjutan pendidikan anak-anak, termasuk melalui
dukungan anggaran pemerintah pusat.
"Jangan sampai ada anak-anak putus sekolah, baik karena
biaya maupun karena bencana. Pemerintah pusat memiliki dana siap pakai dan dana
BUN yang bisa digunakan," jelasnya.
Fokus Trauma Healing di Sekolah Tenda
Menurut Kasi Guru dan Tenaga Kependidikan Dinas Pendidikan
Kabupaten Lumajang, Andri Wahyudi, menyampaikan pihaknya terus berkoordinasi
dengan pemerintah provinsi dan pusat untuk fakus trauma healing di sekolah
tenda dalam penanganan pendidikan pasca bencana.
“Respons kementerian sangat positif. Tim Direktorat SD dan
Satuan Pendidikan Aman Bencana sudah turun langsung dan menyalurkan school kit,
family kit, serta tenda pembelajaran darurat,” ujarnya.
Sekolah darurat ini tidak hanya menekankan aspek akademik,
tetapi juga pemulihan psikologis siswa.
"Saat ini kami memprioritaskan trauma healing agar
anak-anak kembali merasa aman dan nyama," ujarnya.
Kondisi dan cuaca saat ini menurut Kepala SDN 2 Supiturang,
Ali Wafi, menyebutkan menjadi tantangan utama selama proses belajar di tenda.
Jika hujan turun air masuk ke tenda.
Selain menggunakan dua tenda untuk menampung masing masing tigal kelas, Ali berharap siswa segera berpindah ke lokasi belajar yang lebih aman dan layak.
"Kami tetap menjalankan pembelajaran meski terbatas. Kami
mengurangi materi akademik sekitar 75 persen dan memfokuskan sisanya pada
pemulihan psikologis siswa," pungkasnya. (har)

0 Komentar