Lumajang, Suara Semeru - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) terus menunjukkan dampak nyata tidak hanya pada peningkatan gizi anak-anak, tetapi juga terhadap penguatan ekonomi lokal dan penciptaan lapangan kerja baru di Kabupaten Lumajang.
Program ini menjadi contoh bagaimana kebijakan publik di
bidang sosial dapat memberikan efek berganda (multiplier effect) bagi
masyarakat.
Dalam kegiatan Sosialisasi MBG yang digelar di Pendopo Arya
Wiraraja, berbagai pihak menyoroti bagaimana program tersebut berhasil
memadukan misi kemanusiaan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat
lokal.
Kegiatan tersebut dihadiri Anggota Komisi IV DPR RI,
Kawendra, serta perwakilan Kantor Pelayanan Pemenuhan Gizi (KPPG) Jember
bersama para mitra kerja dan pengelola Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
Anggota Komisi IV DPR RI, Kawendra, dalam sambutannya
menyampaikan apresiasi tinggi kepada masyarakat Lumajang yang telah mendukung
dan mengawal pelaksanaan program MBG sejak awal.
“Program ini adalah investasi jangka panjang bagi masa depan
bangsa. Terima kasih kepada masyarakat Lumajang yang telah ikut memastikan
anak-anak kita menerima haknya atas pangan bergizi,” ungkapnya.
Ia menegaskan, dukungan pemerintah pusat terhadap program
MBG bukan hanya dari sisi anggaran, tetapi juga penguatan sistem distribusi
agar makanan bergizi dapat tersalurkan secara merata, tepat sasaran, dan
berkelanjutan.
“MBG bukan program sesaat, tapi pondasi untuk membangun
generasi emas Indonesia,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Subbag TU KPPG Jember, Suhaidi,
menyoroti dampak ekonomi yang mulai dirasakan masyarakat Lumajang dari
pelaksanaan program ini. Menurutnya, MBG telah membuka ruang kerja baru bagi
masyarakat melalui perekrutan tenaga lokal di setiap SPPG.
“Sekarang banyak warga yang ikut terlibat sebagai relawan,
tenaga pengolahan makanan, bahkan pemasok bahan pangan. Ini memberikan peluang
ekonomi baru, terutama bagi perempuan dan kelompok masyarakat di pedesaan,”
jelas Suhaidi.
Selain menciptakan lapangan kerja, MBG juga memperkuat
rantai pasok pangan lokal. Menu makanan dalam program ini memanfaatkan hasil
bumi Lumajang seperti sayur-mayur, buah-buahan, dan bahan pangan tradisional.
Dengan begitu, petani lokal ikut terdorong untuk meningkatkan produktivitasnya.
“Ketika kita gunakan bahan pangan dari petani Lumajang,
uangnya tetap berputar di daerah. Anak-anak mendapatkan gizi, petani
mendapatkan pasar, dan masyarakat mendapatkan penghasilan. Inilah bentuk nyata
ekonomi yang berkeadilan,” tambahnya.
Program MBG menjadi ruang kolaborasi lintas sektor, antara
pemerintah, petani, pelaku usaha mikro, dan masyarakat. Pendekatan berbasis
lokal ini tidak hanya memperkuat ketahanan pangan, tetapi juga menciptakan
ekosistem ekonomi yang berkelanjutan.
Suhaidi menegaskan, keberlanjutan program sangat bergantung
pada sinergi antara SPPG, kelompok tani, UMKM pangan, dan mitra distribusi.
“Kita ingin MBG menjadi program yang hidup dari masyarakat,
untuk masyarakat. Seluruh komponen daerah harus ikut memiliki program ini,”
ujarnya.
Penerapan sistem distribusi yang melibatkan produk lokal
juga dinilai memperkuat kemandirian ekonomi desa. Para pelaku UMKM pengolahan
pangan, pemasok sayur, dan pengrajin alat masak tradisional kini mulai
merasakan peningkatan permintaan berkat aktivitas di SPPG.
“Ini bukan hanya soal memberi makan, tapi membangun roda
ekonomi yang berputar dari desa ke desa. MBG menjadi motor yang menggerakkan
banyak sektor sekaligus,” kata Suhaidi.
Dari sisi sosial, masyarakat pun memberikan apresiasi
terhadap keberlanjutan program ini. Para orang tua mengaku merasa tenang karena
anak-anak mereka mendapat asupan bergizi secara rutin, sementara di sisi lain
ekonomi keluarga juga ikut terbantu dari peluang kerja yang muncul.
Ke depan, Dinas Kesehatan dan mitra MBG berkomitmen untuk
terus memperluas kemitraan dengan petani lokal, koperasi pangan, serta lembaga
pendidikan agar program ini semakin efektif dan berdaya guna.
Dengan sinergi yang kuat antara pemerintah pusat, pemerintah
daerah, dan masyarakat, Program Makan Bergizi Gratis (MBG) diharapkan menjadi
model nasional, bukan hanya dalam pemenuhan gizi anak, tetapi juga dalam
membangun kemandirian ekonomi dan ketahanan pangan berbasis lokal.
“Ketika anak-anak kita tumbuh sehat dari pangan daerah
sendiri, itulah bentuk kedaulatan yang sesungguhnya,” pungkasnya. (yon)

0 Komentar