FRAKSI PPP MENILAI, DUA TAHUN MENJABAT 20 JANJI BUPATI DAN WAKIL BUPATI BARU TEREALISASI 20%


      Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP) DPRD Kabupaten Lumajang menanggapi penyampaian Nota Keuangan Bupati Lumajang tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2019 dengan cukup lantang. Pada sidang paripurna DPRD yang digelar pada Senin (20/7) pagi, partai yang dipimpin Haji Akhmat, ST ini memberikan tanggapan serta catatan yang cukup menyentak.
      Dalam pandangan umum (PU) F-PPP, yang dibacakan oleh Hadi Nur Kiswanto, Sekretaris Fraksi PPP, dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) tahun anggaran 2019 fraksinya menemukan banyak kinerja Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang tidak optimal.
      “Misalnya temuan BPK-RI tentang pengelolaan retribusi sampah di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) patut dipertanyakan,” ungkapnya. Ia juga menambahkan, meski pendapatan dari sektor ini untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) meningkat sebesar 8% dari tahun 2018 lalu, namun saldo akhir jumlah karcis retribusi tidak berdasarkan perhitungan fisik menyeluruh yang berpotensi merugikan negara hingga Rp 177.875.000,00,- karena penerimaan pendapatan bendahara dengan perhitungan di lapangan tidak sesuai.
      Untuk itu, Fraksi PPP meminta Bupati memberikan deadline waktu kepada Kepala Dinas terkait untuk menyelesaikan dan menjelaskan dugaan kebocoran pendapatan negara itu.
Selain pengelolaaan retribusi sampah, kesalahan penganggaran belanja pemeliharaan pelebaran jalan, seperti jalan Semeru, jalan Banjarwaru - Karang Anom, Senduro – Kandangan dan jalan di sekitar koridor KSPN yang menghabiskan anggaran Rp 19.769.600,941,00 juga sangat disayangkan.
      Padahal pelebaran jalan kabupaten seharusnya tidak menjadi priorotas pembangunan Dinas PUTR. Belum lagi, penggunaan anggaran di Dinas PUTR diduga tidak tepat, karena rencana kerja anggaran yang diajukan saat penelitian rencana anggaran dan biaya, hanya melalui perkiraan saja. Sehingga di tahun berjalan, pelaksanaan RAB oleh OPD berbeda dari perkiraan RAB awal.
      Kondisi tersebut, menurut F-PPP, tidak sesuai dengan Permendagri Nomor 38 Tahun 2018 tentang penyusunan APBD. Apalagi asas pemerataan pembangunan yang justru timpang. Misalnya jalan kabupaten di sejumlah wilayah masih cukup memprihatinkan, seperti jalan penghubung Desa Tegal Ciut - Sruni, jalan Bantaran - Sombo dan sejumlah jalan kebupaten lain yang rusak parah.
      Oleh karena itu, pihaknya meminta kedepan Bupati lebih detail menelaah hasil rapat tim anggaran, agar pelaksanaan penggunaan anggaran tepat sasaran. Bupati juga harus memprioritaskan asas pemerataan pembangunan jalan, terutama di sejumlah wilayah yang kondisi jalannya rusak parah.
      Selain itu ia juga meminta agar pemerintah segera meningkatkan kualitas jalan dari lapen ke hotmix. Hal ini sesuai dengan janji politik Cak Thoriq dan Bunda Indah saat kampanye dulu.

20 JANJI POLITIK BELUM DITEPATI
      Sesuai pengamatan fraksi PPP, hampir dua tahun menjabat, janji Bupati dan Wakil Bupati hanya terealisasi sebanyak 20%. “Dari 20 janji politik Cak Thoriq dan Bunda Indah yang direalisasikan dalam bentuk nyata, hanya terserap 20% saja,” ungkapnya.
      Pihaknya sebagai mitra pemerintah sudah sepantasnya memperingatkan hal itu, untuk menciptakan Lumajang yang hebat dan bermartabat sesuai dengan slogan Cak Thoriq dan Bunda Indah. Janji politik harus segera dilaksanakan dengan sebaik mungkin.
      Fraksi PPP juga meminta agar Bupati Lumajang lebih ketat terhadap pengelolaan belanja transfer Dana Desa (DD) maupun Anggaran Dana Desa (ADD). Sebab banyak ditemukan di lapangan penggunaan anggaran ini tidak tepat sasaran dan tidak kunjung transparan.
Padahal jelas, sesuai amanah undang-undang penggunaan anggaran di semua lini pemerintah daerah harus menerapkan sistem transparansi. Misalnya, pemerintah desa sering kali melakukan penarikan uang desa dengan jumlah besar dalam satu kali penarikan dan uang itu kadang disimpan oleh kepala desa maupun perangkat desa.
      Bukan hanya itu, pada saat pelaksanaan penggunaan anggaran, pihak desa sering terlambat mengupload penggunaan maupun laporan pertanggungjawabannya terhadap publik, padahal pemerintah kabupaten telah menerapkan Sistem Keuangan Desa (Siskeudes) secara online.
Di samping itu, fraksi PPP juga menemukan penggunaan DD dan ADD di sejumlah desa masih belum maksimal, baik dari segi pembayaran pajak kepada petugas pajak maupun realisasi di lapangan yang tidak tepat sasaran.
      Fraksinya juga sering menemukan realisasi DD dan ADD tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat, terutama desa di wilayah utara, banyak pembangunan infrastruktur saluran irigasi di setiap jalan desa, namun kasus kekeringan masih saja terjadi, “Jangankan mengalir di saluran irigasi, untuk kebutuhan hidup saja masyarakat sering kali kekurangan air bersih,” terangnya.
Oleh karena itu, pihaknya meminta agar Bupati memerintahkan kepada Inspektorat dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD), untuk lebih optimal dalam melakukan pembinaan dan pengawasan penggunaan ADD dan DD.

DPMD KURANG TEGAS
      Fraksi PPP juga menyayangkan sikap Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) dalam menangani beberapa permasalahan di desa, misalnya kisruh tanah kas desa (TKD) di Desa Barat, Kecamatan Padang. DPMD tidak tegas karena memberi solusi yang tidak sesuai dengan Perbup. “Seharusnya sebagai OPD yang berwenang langsung tidak boleh menafsirkan Perbup, tapi melaksanakan Perbup dengan tegak lurus karena hal itu adalah amanat undang-undang,” jelasnya.
      Persoalan lainnya lagi terkait dua desa yang sampai hari ini masih dijabat oleh Pj Kepala Desa, yaitu Desa Kedungrejo yang mana SK Pj Kepala Desa diterbitkan 23 Desember 2019, dan Desa Sumberwuluh SK Pj Kepala Desa diterbitkan Desember 2018. Padahal menurut Perbup No 23 tahun 2015 dua desa tersebut sudah seharusnya memiliki kepala desa definitif dengan mekanisme pemilihan antar waktu.
      Tidak tegasnya DPMD juga diperparah dengan beberapa kejadian yang belakangan ini terjadi, seperti adanya oknum yang melakukan pungli BLT DD, ambulance dibuat mengangkut kambing dan kasus prona atau PTSL yang masih terjadi di berbagai desa. “Dengan berbagai masalah yang terjadi, menunjukkan bahwa DPMD sangat lemah, baik segi pengawasan dan edukasi terhadap desa,” keluhnya.

PIUTANG PAJAK MASIH TINGGI, KINERJA SATPOL PP DISOROT
      Fraksi PPP mengaku miris melihat hasil pemeriksaan BPK-RI yang menyebutkan jika piutang dari 6 jenis pajak sejak tahun 2012 hingga tahun 2019, seperti pajak reklame, pajak mineral bukan logam, pajak restoran, pajak air tanah, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), hingga pajak penerangan jalan mencapai Rp 23.825.850.840.
      “Kemana Satpol PP yang ditugaskan untuk menegakkan Perda atau Perbup selama tahun 2012 hingga sekarang kok terkesan ada pembiaran. Hal ini tentu berpengaruh pada PAD yang seharusnya dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat, malah ngendon di para pengusaha,” keluhnya.
      Ditambah lagi dengan adanya dugaan kuat beberapa pemegang IUP, IUP-OP masih menunggak pajak totalnya sebesar 3 milliar. Namun, setelah ditelusuri ternyata angka-angka itu tidak tercantum dalam temuan LHP BPK-RI ketika pemeriksaan LKPD tahun 2019. Padahal tunggakan pajaknya cukup banyak, “Ada apa kok tidak dicantumkan piutang pajak pemegang IUP,IUP-OP di LKPD 2019,” ungkapnya.
      Fraksi PPP juga mempertanyakan ketidakterlibatan dari SATPOL PP selaku tonggak utama penegakan Perda dan Perbup dalam upaya beberapa penanganan penagihan piutang pemerintah kepada pengusaha tambang. Hal ini dibiarkan sejak tahun 2012 hingga saat ini. “Kami menengarai tidak adanya sinergitas yang baik antara SATPOL PP dengan pihak OPD, misalnya BPRD dan DPM PTSP sebagai satu kesatuan sistem yang harusnya saling bekerjasama,” jelasnya.
      Sejauh ini pihaknya melihat peran SATPOLL PP hanya berkutat pada adegan kucing-kucingan dengan Pedagang Kaki Lima (PKL). Hal ini juga diperparah dengan ketidakmampuan BPRD sebagai salah satu instrumen peningkatan PAD dalam mencapai target pajak di sektor mineral bukan logam dan batuan pada tahun 2019 dengan target 37.000.000.000, 00 dan hanya tercapai kurang lebih 12.000.000.000, 00.
      “Padahal asumsi kami pada tahun 2019 ada 51 pemilik ijin penambangan jika BPRD bisa menarik pajak satu milyar saja dari satu penambang dalam satu tahun, maka akan terkumpul 51.000.000.000, 00 dan angka itu sudah melebihi target yang ditetapkan,” imbuhnya.
      Fraksi PPP juga mempertanyakan MoU antara BPRD dengan Kejaksaan Negeri Lumajang terkait penanganan persoalan tambang pasir illegal dan pengusaha tambang pasir pengemplang pajak yang sangat merugikan PAD. Ketika MoU sudah dilkakukan namun tidak ada Follow-Up yang baik maka hal ini hanya akan menimbulkan muspro dan kesiasiaan. Oleh karena itu, fraksi PPP sangat mendorong adanya tindakan diranah hukum agar memberikan efek jera.

DINAS PENDIDIKAN KANGKANGI PERBUP
       Demi meningkatkan kualitas pendidikan, sudah seharusnya pemerintah melalui Dinas Pendidikan melakukan berbagai inovasi termasuk pengawasan terhadap terlaksananya seluruh program pendidikan.
      Fraksi PPP menyayangkan perilaku Dinas Pendidikan yang tidak melaksanakan Peraturan Bupati (Perbup) tentang lokasi dan alokasi kegiatan peningkatan mutu sarana dan prasarana pendidikan yang melakukan transfer Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk tahun anggaran 2019 kepada 47 lembaga pendidikan menggunakan rekening yang tidak ditetapkan oleh SK Bupati.
      Penggunaan rekening yang tidak ditetapkan secara khusus ini berpotensi disalahgunakan. Oleh karena itu, fraksi PPP meminta Bupati segera memerintahkan dinas terkait untuk melakukan penutupan rekening tersebut dan membuka rekening baru, dengan SK Bupati agar potensi penyalahgunaan itu tidak terjadi. (YONI).

Posting Komentar

0 Komentar